Senin, 30 Mei 2011

Pengertian Paragraf / Alinea dan Bagian dari Paragraf - Bahasa Indonesia

Paragraf adalah suatu bagian dari bab pada sebuah karangan atau karya ilmiah yang mana cara penulisannya harus dimulai dengan baris baru. Paragraf dikenal juga dengan nama lain alinea. Paragraf dibuat dengan membuat kata pertama pada baris pertama masuk ke dalam (geser ke sebelah kanan) beberapa ketukan atau spasi. Demikian pula dengan paragraf berikutnya mengikuti penyajian seperti paragraf pertama.
- Syarat sebuah paragraf
Di setiap paragraf harus memuat dua bagian penting, yakni :
1. Kalimat Pokok
Biasanya diletakkan pada awal paragraf, tetapi bisa juga diletakkan pada bagian tengah maupun akhir paragraf. Kalimat pokok adalah kalimat yang inti dari ide atau gagasan dari sebuah paragraf. Biasanya berisi suatu pernyataan yang nantinya akan dijelaskan lebih lanjut oleh kalimat lainnya dalam bentuk kalimat penjelas.
2. Kalimat Penjelas
Kalimat penjelas adalah kalimat yang memberikan penjelasan tambahan atau detail rincian dari kalimat pokok suatu paragraf.
- Bagian-Bagian Suatu Paragraf yang Baik
A. Terdapat ide atau gagasan yang menarik dan diperlukan untuk merangkai keseluruhan tulisan.
B. Kalimat yang satu dengan yang lain saling berkaitan dan berhubungan dengan wajar.

Sabtu, 14 Mei 2011

Pengertian Paragraf / Alinea dan Bagian dari Paragraf - Bahasa Indonesia

Paragraf adalah suatu bagian dari bab pada sebuah karangan atau karya ilmiah yang mana cara penulisannya harus dimulai dengan baris baru. Paragraf dikenal juga dengan nama lain alinea. Paragraf dibuat dengan membuat kata pertama pada baris pertama masuk ke dalam (geser ke sebelah kanan) beberapa ketukan atau spasi. Demikian pula dengan paragraf berikutnya mengikuti penyajian seperti paragraf pertama.
- Syarat sebuah paragraf
Di setiap paragraf harus memuat dua bagian penting, yakni :
1. Kalimat Pokok
Biasanya diletakkan pada awal paragraf, tetapi bisa juga diletakkan pada bagian tengah maupun akhir paragraf. Kalimat pokok adalah kalimat yang inti dari ide atau gagasan dari sebuah paragraf. Biasanya berisi suatu pernyataan yang nantinya akan dijelaskan lebih lanjut oleh kalimat lainnya dalam bentuk kalimat penjelas.
2. Kalimat Penjelas
Kalimat penjelas adalah kalimat yang memberikan penjelasan tambahan atau detail rincian dari kalimat pokok suatu paragraf.
- Bagian-Bagian Suatu Paragraf yang Baik
A. Terdapat ide atau gagasan yang menarik dan diperlukan untuk merangkai keseluruhan tulisan.
B. Kalimat yang satu dengan yang lain saling berkaitan dan berhubungan dengan wajar.

SEJARAH DAN PERJUANGAN NABI MUHAMMAD SAW DI MAKKAH

image
A. Dakwah Nabi Muhammad untuk Menyempurnakan Akhlak Manusia
Setelah Nabi Miuhammad SAW menerima wahyu, maka secara resmi beliau telah diangkat menjadi Rasul oleh Allah SWT. Beliau mempunyai kewajiban untuk membina umat yang telah berada dalam kesesatan untuk menuju jalan yang lurus. Dakwah Nabi Muhammad SAW dimulai dari wilayah Makkah di jazirah Arab, walaupun pada akhirnya ajaran beliau adalah untuk seluruh umat manusia. Jauh sebelum kerasulan Nabi Muhammad SAW, sebenarnya Allah SWT juga telah mengutus nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Ismail a.s. Kedua Rasul ini telahberhasil membina bangsa Arab dan masyarakat makkah menjadi orang yang beriman dan henya menyembah kepada Allah SWT. Bahkan kedua Rasul tersebut juga diperintah Allah SWT untuk membangun Ka’bah di Makkah. Namun dengan berjalanya waktu, keimanan masyarakat Makkah menjadi luntur dan berubah menjadi kemusyrikan dengan menyembah patung dan berhala. Mereka tidak hanya mengalami kerusakan dalam hal aqidah, bahkan akhlaknya juga rusak.
Nabi Muhammad SAW sebagai rasul tidak henti-hentinya berusaha memperbaiki akhlak masyarakat yang sudah rusak tersebut. Untuk memperbaiki akhlak, maka Allah SWT telah mengutus rasul yang memang semenjak kecil dikenal oleh masyarakat sebagai orang yang sangat mulia akhlaknya. Sejak masih kecil, remaja, sampai dewasa Nabi Muhammad sudah dikenal oleh masayarakat Makkah sebagai orang yang mempunyai kepribadian baik, berbeda dengan kebanyakan orang saat itu. Penampilannya pun sederhana, bersahaja, dan berwibawa. Ketika ia berjalan badannya agak condong kedepan, melangkah sigap dan pasti. Raut mukanya menunjukkan pikirannya yang cerdas, tajam, dan jernih. Pandangan matanya menunjukkan keteduhan dan kewibawaan, membuatorang patuh kepadanya. Ia juga dikenal sebagai orang yang jujur dalam setiap perkataan maupun perbuatan. Dengan sifatnya yang demikian itu tidak heran bila Khadijah, majikannya menaruh simpati kepadanya, dan tidak pula mengherankan bila Muhammad diberi keleluasaan mengurus hartanya. Khadijah juga membiarkannya menggunakan waktu untuk berpikir dan menuangkan hasil pemikirannya. Akhirnya Muhammad dan Khadijah menikah menjadi sepasang suami istri yang sangat setia dan memiliki anak-anak yang shalih.
Muhammad mendapat kurnia Tuhan dalam perkawinannya dengan Khadijah, mereka berada dalam kedudukan yang tinggi dan harta yang cukup. Seluruh penduduk Makkah memandangnya dengan rasa segan dan hormat. Mereka mensyukuri karunia Tuhan yang diberikan kepadanya serta anak dan keturunan yang baik. Semua itu tidak mengurangi pergaulannya dengan penduduk Makkah baik yang kaya maupun yang miskin. Dalam kehidupan hari-hari, Muhammad bergaul baik dengan masyarakat sekitar. Bahkan setelah menikah dengan Khadijah ia lebih dihormati di tengah-tengah masyarakat. Dengan dihormati orang Muhammad tidak menjadi tinggi hati, namun ia menjadi semakin rendah hati. Bila ada yang mengajaknya bicara ia mendengarkan dan memperhatikannya tanpa menoleh kepada orang lain. Perilakunya yang demikian sangat berbeda dengan kebanyakan orang Makkah yang menjadi sombong dan congkak ketika dihormati, dan marah-marah ketika merasa tidak dihormati. Muhammad juga bukan termasuk orang yang suka mengobral perkataan, ia berkata seperlunya, dan ia lebih banyak mendengarkan. Bila bicara selalu bersungguh-sungguh, tapi sungguhpun begitu ia sesekali membuat humor dan bersenda-gurau. Sifatnya yang jujur tersebut juga sangat berbeda dengan kebanyakan orang Makkah yang suka berbohong, membual, dan sulit dipercaya. Setiap bertemu orang Muhammad selalu tersenyum. Pada saat-saat tertentu juga bercanda dan terkadang tertawa sampai terlihat gerahamnya. Bila ia marah tidak pernah sampai tampak kemarahannya, hanya antara kedua keningnya tampak sedikit berkeringat, hal ini disebabkan ia menahan rasa amarah dan tidak mau menampakkannya keluar. Semua itu terbawa oleh kodratnya yang selalu lapang dada, berkemauan baik dan menghargai orang lain. Ia Bijaksana, murah hati dan mudah bergaul. Tapi ia juga mempunyai tujuan pasti, berkemauan kuat, tegas dan tak pernah ragu-ragu dalam tujuannya. Sifat-sifat demikian ini berpadu dalam dirinya dan meninggalkan pengaruh yang dalam sekali pada orang-orang yang bergaul dengan dia. Bagi orang yang melihatnya tiba-tiba, sekaligus akan timbul rasa hormat, dan bagi orang yang terbiasa bergaul dengannya akan timbul rasa cinta kepadanya.
Muhammad menjalin hubungan baik kepada penduduk Makkah. Ia juga berpartisipasi dalam kegiatan sosial dalam kehidupan masyarakat hari-hari. Pada waktu itu masyarakat sedang sibuk karena bencana banjir besar yang turun dari gunung kemudian menimpa dan meretakkan dinding-dinding Ka’bah yang memang sudah rapuh. Sebelum itupun masyarakat suku Quraisy memang sudah memikirkannya. Ka’bah yang tidak beratap itu menjadi sasaran pencuri mengambil barang-barang berharga di dalamnya. Hanya saja masyarakat suku Quraisy merasa takut kalau bangunannya diperkuat, pintunya ditinggikan dan diberi atap, dewa Ka’bah yang suci itu akan menurunkan bencana kepada mereka. Sepanjang zaman Jahiliyyah keadaan mereka diliputi oleh berbagai macam legenda yang mengancam bagi siapapun yang berani mengadakan sesuatu perubahan terhadap Ka’bah. Dengan demikian perbuatan itu dianggap tidak umum.
Tetapi sesudah mengalami bencana banjir tindakan demikian itu adalah suatu keharusan, walaupun masih diliputi rasa takut dan ragu-ragu. Bertepatan dengan kejadian itu, kapal milik seorang pedagang Romawi bernama Baqum yang datang dari Mesir terhempas di laut dan pecah. Sebenarnya Baqum adalah seorang ahli bangunan yang mengetahui masalah perdagangan. Sesudah suku Quraisy mengetahui hal ini, maka berangkatlah al-Walid bin al-Mughira dengan beberapa orang dari Quraisy ke Jeddah menemui Baqum. Kapal itu kemudian dibelinya, kemudian diajaknya berunding supaya sama-sama datang ke Makkah guna membantu mereka membangun Ka’bah kembali. Baqum menyetujui permintaan itu. Pada waktu itu di Makkah ada seorang Kopti yang mempunyai keahlian sebagai tukang kayu. Persetujuan tercapai bahwa diapun akan bekerja dengan mendapat bantuan Baqum.
Sudut-sudut Ka’bah oleh suku Quraisy dibagi empat bagian tiap kabilah mendapat satu sudut yang harus dirombak dan dibangun kembali. Sebelum bertindak melakukan perombakan itu mereka masih ragu-ragu dan khawatir akan mendapat bencana. Kemudian al-Walid bin al-Mughira tampil ke depan dengan merasa sedikit takut. Setelah berdoa kepada dewa-dewanya, ia mulai merombak bagian sudut selatan. Orang-orang menunggu apa yang akan dilakukan Tuhan terhadap al-Walid. Tetapi setelah sampai pagi hari tak terjadi apa-apa, mereka pun beramai-ramai merombaknya dan memindahkan batu-batu yang ada. Muhammad pun ikut dalam kerja bakti itu.
Sesudah bangunan itu setinggi orang berdiri dan tiba saatnya meletakkan Hajar Aswad yang disucikan di tempatnya semula di sudut timur, maka timbullah perselisihan di kalangan Quraisy, siapa yang seharusnya mendapat kehormatan meletakkan batu itu pada tempatnya semula. Demikian memuncaknya perselisihan itu sehingga hampir saja timbul perang saudara. Keluarga Abdud Dar dan keluarga ‘Adi bersepakat takkan membiarkan kabilah yang manapun campur tangan dalam kehormatan yang besar ini. Untuk itu mereka mengangkat sumpah bersama. Keluarga Abdud Dar membawa sebuah baki berisi darah. Tangan mereka dimasukkan ke dalam baki itu guna memperkuat sumpah mereka. Karena itu lalu diberi nama La’aqatud Dam, yakni ‘jilatan darah.’ Abu Umayyah bin al-Mughira dari Bani Makhzum, adalah orang yang tertua di antara mereka. Ia dihormati dan dipatuhi. Setelah melihat keadaan serupa itu ia berkata kepada mereka:
"Serahkanlah putusan kamu ini di tangan orang yang pertama sekali memasuki pintu Shafa ini."
Tatkala mereka melihat Muhammad adalah orang pertama memasuki tempat itu, mereka berseru: "Ini al-Amin (orang yang terpercaya) ; kami dapat menerima keputusannya." Lalu mereka menceritakan peristiwa itu kepada Muhammad. Iapun mendengarkan dan sudah melihat di mata mereka betapa berkobarnya api permusuhan itu. Ia berpikir sebentar, lalu katanya: "Kemarikan sehelai kain," katanya. Setelah kain dibawakan dihamparkannya dan diambilnya batu itu lalu diletakkannya dengan tangannya sendiri, kemudian katanya; "Hendaknya setiap ketua kabilah memegang ujung kain ini." Mereka bersama-sama membawa kain tersebut ke tempat batu itu akan diletakkan. Lalu Muhammad mengeluarkan batu itu dari kain dan meletakkannya di tempatnya. Dengan demikian perselisihan itu berakhir dan bencana dapat dihindarkan. Quraisy menyelesaikan bangunan Ka’bah sampai setinggi delapanbelas hasta (± 11 meter), dan ditinggikan dari tanah sedemikian rupa, sehingga mereka dapat menyuruh atau melarang orang masuk. Di dalam Ka’bah itu mereka membuat enam batang tiang dalam dua deretan dan di sudut barat sebelah dalam dipasang sebuah tangga naik sampai ke teras di atas lalu meletakkan Hubal di dalam Ka’bah. Juga di tempat itu diletakkan barang-barang berharga lainnya, yang sebelum dibangun dan diberi beratap menjadi sasaran pencurian.
Kejadian ini berlangsung saat Muhammad berusia 35 tahun, dan keputusannya mengambil batu dan diletakkan di atas kain lalu mengambilnya dari kain dan diletakkan di tempatnya dalam Ka’bah, menunjukkan betapa tingginya kedudukannya dimata penduduk Makkah, betapa besarnya penghargaan mereka kepadanya sebagai orang yang berjiwa besar. Pada tahun 611 M, waktu itu Muhammad berusia 40 tahun beliau menerima wahyu yang pertama. Di puncak Gunung Hira, – sejauh dua farsakh sebelah utara Makkah – terletak sebuah gua yang sangat kondusif untuk tempat menyendiri (berkhalwat). Sepanjang bulan Ramadan tiap tahun Muhammad pergi ke sana dan berdiam di tempat itu. Ia tekun dalam merenung dan beribadah, menjauhkan diri dari segala kesibukan hidup dan keributan manusia. Ia mencari Kebenaran tentang keberadaan Tuhan dan merenungkan keboborokan perilaku sehari-hari masyarakat Arab saat itu. Demikian kuatnya ia merenung mencari hakikat kebenaran itu, sehingga lupa ia akan dirinya, lupa makan, lupa segala yang ada dalam hidup ini. Sebab, segala yang dilihatnya dalam kehidupan manusia sekitarnya, bukanlah suatu kebenaran.
Ia merenung untuk mencari jawaban mengenai perilaku masyarakat dalam masalah-masalah hidup. Apa yang disajikan sebagai kurban-kurban untuk tuhan-tuhan mereka itu, bukanlah sesuatu yang dapat dibenarkan menurut rasio dan nurani yang jernih. Berhala-berhala yang tidak berguna, tidak menciptakan dan tidak pula mendatangkan rejeki, tak dapat memberi perlindungan kepada siapapun yang ditimpa bahaya tidak selayaknya dipuja dan disembah. Hubal, Lata dan ‘Uzza, dan semua patung-patung dan berhala-berhala yang terpancang di dalam dan di sekitar Ka’bah, tak pernah menciptakan seekor lalat sekalipun, atau akan mendatangkan suatu kebaikan bagi Makkah. Ketika itulah ia percaya bahwa masyarakatnya telah tersesat, jauh dari kebenaran.Keyakinan mereka terhadap keberadaan Tuhan telah rusak karena tunduk kepada khayal berhala-berhala serta kepercayaan-kepercayaan semacamnya. Kebenaran itu ialah Allah, Khalik seluruh alam, tak ada tuhan selain Dia. Kebenaran itu ialah Allah Pemelihara semesta alam. Dialah Maha Rahman dan Maha Rahim.
Kebenaran itu ialah bahwa manusia dinilai berdasarkan perbuatannya. "Barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat atompun akan dilihatNya. Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat atompun akan dilihatNya pula." (Qur’an, 99:7-8) Dan bahwa surga itu benar adanya dan neraka juga benar adanya. Mereka yang menyembah tuhan selain Allah mereka itulah menghuni neraka, tempat tinggal dan kediaman yang paling durhaka. Tatkala ia sedang bertahanuth, ketika itulah datang malaikat membawa sehelai lembaran seraya berkata kepadanya: "Bacalah!" Dengan terkejut Muhammad menjawab: "Saya tak dapat membaca". Ia merasa seolah malaikat itu mencekiknya, kemudian dilepaskan lagi seraya katanya lagi: "Bacalah!" Masih dalam ketakutan akan dicekik lagi Muhammad menjawab: "Apa yang akan saya baca."
Seterusnya malaikat itu berkata: "Bacalah! Dengan nama Tuhanmu Yang menciptakan. Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah. Dan Tuhanmu Maha Pemurah. Yang mengajarkan dengan Pena. Mengajarkan kepada manusia apa yang belum diketahuinya …" Lalu ia mengucapkan bacaan itu. Malaikatpun pergi, setelah kata-kata itu terpateri dalam kalbunya.
Setelah menerima wahyu yang pertama itu maka Muhammad menjadi seorang utusan (rasul), sehingga dia mempunyai kewajiban untuk menyampaikan ajaran Allah SWT kepada umat manusia. Setelah menjadi rasul, maka sifat-sifat mulia yang dimilikinya tdak hanya dimilikinya sendiri, namun dia harus mengajarkan dan memberi teladan kepada umat manusia untuk berakhlak yang mulia. Nabi Muhammad bersabda :
Artinya : “Diriwayatkan dari Abi Hurairah, Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak)” (HR Ahmad).
Artinya : “Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya.
Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya”. (QS Fathir : 10)
Nabi Muhammad mengajarkan bahwa kemuliaan manusia tidak diukur dari harta, keturunan, suku, keindahan tubuh, kekuatan, maupun pangkat dan jabatannya dalam masyarakat.
Namun kemuliaan manusia terletak pada ketaatannya kepada Allah SWT dan kemuliaan akhlaknya, baik berupa sikap, perkataan, maupun perbuatannya dalam kehidupan sehari-hari. Padahal ketika itu masayarakat Arab sangat menonjolkan keturunan dan sukunya. Mereka sering berselisih, bertengkar bahkan berperang agar sukunya menjadi yang paling terhormat diantara yang lain. Mereka juga sangat membanggakan harta dan kedudukan. Semakin banyak harta dan memiliki banyak budak, maka mereka merasa menjadi mulia. Setelah menjadi rasul, Nabi Muhammad SAW memberikan ajaran yang sangat mulia bahwa sebaik-baik manusia adalah yang memberi manfaat dan dapat bermanfaat bagi orang lain. Padahal perilaku masyarakat Quraisy saat itu seringkali menyengsarakan orang lain,, mereka semena-mena terhadap orang-orang miskin apalagi terhadap budak-budak mereka. Betapa beratnya tugas Nabi Muhammad SAW untuk membina manusia agar berakhlak mulia ketika kondisi akhlaknya sudah buruk. Namun semua itu dilakukan beliau dengan penuh kesabaran dan dengan cara memberi teladan.
B. Nabi Muhammad Sebagai Rahmat bagi Alam Semesta
Bagi orang-orang yang merasakan bahwa kehidupan para pembesar dan bangsawan Makkah yang sudah sesat dan keterlaluan, namun mereka tidak mampu berbuat apa-apa, maka kehadiran Nabi Muhammad saw. seperti seteguk air saat mereka merasakan dahaga yang sudah sangat lama. Nabi Muhammad saw. mengajarkan tentang persamaan derajat manusia. Nabi Muhammad saw. juga mengajarkan agar penyelesaian masalah tidak boleh dilakukan dnegan cara kekerasan, namun harus dilakukan dengan cara-cara yang damai dan beradab. Hal ini tercermin dalam tindakan Nabi Muhammad ketika mendamaikan masyarakat Makkah saat akan meletakkan Hajar Aswad pada tempatnya.
Nabi Muhammad mengajarkan agar manusia bekerja keras untuk dapat memenuhi kebutuhannya, namun ketika menjadi kaya maka dia harus mengasihi yang miskin dengan cara menyisihkan sebagian hartanya untuk mereka. Orang yang kuat harus mengasihi yang lemah. Orang tua harus menyayangi anaknya baik anak itu laki-laki maupun perempuan, sebaliknya anak harus menghormati dan berbakti kepada orang tuanya walaupun mereka sudah sangat tua. Ketika antar anggota masyarakat dapat memahami hak dan kewajibannya, saling menghormati, menghargai, dan mengasihi, maka akan menjadi masyarakat yang damai, aman, tenteram dan sejahtera. Terbukti, saat ini keadaan Masyarakat Makkah dan Madinah menjadi masyarakat yang sangat beradab, damai, sejahtera dan mengalami kemajuan yang pesat. Semua itu diawali dengan ketakwaan mereka kepada Allah dan senantiasa berpegang teguh kepada ajaran Nabi Muhammad saw. Dengan demikian sesungguhnya Nabi Muhammad ditus oleh Allah SWT sebagai rahmat bagi seluruh alam. Nabi tidak hanya diutus untuk penduduk Makkah saja, atau bagi bangsa Arab saja, namun nilai-nilai yang dibawanya adalah nilai-nilai universal yang dapat meningkatkan martabat umat manusia sehingga berbeda dengan binatang.
Artinya : “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QَS Al Anbiya : 107}
C. Meneladani Dakwah Nabi Muhammad SAW dan Para Sahabat di Makkah
Pada mulanya, dakwah Nabi Muhammad di Makkah dimulai dari sanak keluarga dan kerabat dekat. Itupun dilakukan secara sembunyi-sembunyi, di rumah salah seorang sahabat yang bernama Al Arqom bin Abil Arqom Al Makhzumi. Upaya tersebut membuahkan hasil yang cukup menggembirakan. Kurang lebih tiga tahun ada 39 orang yang menyatakan iman dan Islam, semuanya dari kerabat dekat dan sahabat-sahabat yang lain. Di antara kerabat dekat yang masuk Islam waktu itu antara lain Khadijah, Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar, Zaid bin Haritsah. Khadijah, istri nabi, orang yang cukup terpandang dan kaya raya. Abu Bakar, seorang dermawan yang kaya raya. Ali bin Abi Tholib, seorang pemuda yang cukup cerdas dan dihormati. Dengan masuk Islamnya orang-orang tersebut membawa pengaruh besar pada dakwah nabi sampai masa berikutnya. Karena orang-orang tersebut cukup dihormati di kalangan orang-orang Quraisy.
Di antara sahabat yang menyusul masuk Islam antara lain Usman bin Affan, Zubair bin Awwam, Saad bin Abi Waqash, Abdurrahman bin Auf, Fatimah binti Khatab serta suaminya (Said bin Zaid), Arqam bin Abil Arqam, Thalhah bin Ubaidillah. Mereka termasuk “Assabiqunal Awwalun”, yakni orang-orang yang pertama kali masuk Islam. Dakwah secara terang-terangan yang dilakukan Nabi Muhammad saw. mendapat reaksi cukup keras dari para pemuka dan tokoh Quraisy, antara lain Abu Lahab (Abdul Uzza), Abu Jahal, Umar ibnu Khatab (sebelum masuk Islam), Uqbah bin Abi Muatih, Aswad bin Abdi Jaghuts, Hakam bin Abil Ash, Abu Sufyan bin Harb (sebelum masuk Islam), Ummu Jamil (istri Abu Lahab). Reaksi keras yang dilakukan oleh para tokoh Quraisy tersebut antara lain berupa ejekan, hinaan, hasutan, ancaman, dan penganiayaan secara fisik. Hal yang sama juga dilakukan kepada orang-orang Quraisy sendiri, agar tidak mengikuti seruan Nabi Muhammad. Namun, Rasulullah tetap tabah dan sabar, dakwah pun tetap dijalankan. Bahkan semakin terang-terangan dan meluas ke wilayah lain.
Menghadapi sikap Rasulullah tersebut orang-orang Quraisy bertambah marah, bahkan pernah merencanakan akan melakukan pembunuhan terhadap Nabi Muhammad. Rencana tersebut dilakukan menjelang Nabi Muhammad akan hijrah ke Madinah. Atas pertolongan Allah SWT, waktu itu Nabi selamat dari rencana pembunuhan tersebut. Kemudian bisa hijrah ke Madinah. Meskipun Nabi Muhammad saw. dengan susah payah dalam berdakwah karena mendapat tantangan dari Kaum Quraisy, tetapi makin hari makin didengar orang sehingga makin banyak pengikutnya. Dakwah Nabi Muhammad di Makah dilakukan kurang lebih selama 13 tahun, dan selebihnya selama 10 tahun Nabi Muhammad berada di Madinah. Ketika berdakwah di Makkah, tantangan yang dihadapi oleh Rasulullah dan para sahabat begitu besar. Dari uraian sejarah di atas dapat diambil pelajaran yang sangat berharga dari cara cara dakwah Rasulullah yang harus diteladani oleh umat islam, antara lain adalah :
1. Nabi Muhammad berdakwah dengan keeladanan. Sebelum beliau menyampaikan sesuatu, maka beliau terlebih dahulu melaksanakanya. Jadi, disamping dakwah dengan lisan, dakwah juga dilakukan dengan perbuatan, sikap, dan keteladanan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Disampaikan dengan penuh kehati-hatian, sabar, dan menggunakan bahasa yang halus dan lemah lembut serta dengan bahasa yang mudah dipahami.
3. Rasulullah saw. memposisikan para pengikutnya sebagai sahabat, hal ini tercermin dalam sebutan para pengikutnya yakni dengan sebutan ‘sahabat’. Cara seperti ini menimbulkan rasa simpati yang luar biasa, karena di dalam Islam nyata-nyata diterapkan kesetaraan.
4. Rasulullah saw. selalu bersama para sahabat-sahabatnya baik dalam keadaan suka maupun duka, dengan demikian terjalin persatuan, kesatuan, dan solidaritas umat Islam yang sangat kuat. Dalam berdakwah Rasulullah saw. tidak pernah memaksakan kehendak, Rasulullah saw hanya menyampaikan ajaran dari Allah SWT, dan memberikan pemahaman secara rasional dan dengan hati yang jernih. Mengikuti atau tidak hal itu menjadi hak pribadi masing-masing. Dengan kata lain, dalam berdakwah Rasulullah saw tidak pernah menggunakan cara-cara kekerasan.

Sejarah Dakwah Rasulullah SAW Periode Makkah (2)

Wahyu pertama turunAisyah r.a. -seperti yang diriwayatkan dalah Shahih Bukhari- berkata, awal permulaan wahyu kepada Rasulullah saw. adalah mimpi yang benar. Beliau tidak melihat sesuatu mimpi, kecuali mimpi tersebut datang seperti cahaya subuh. Kemudian beliau menyendiri di Gua Hira untuk beribadah beberapa malam sebelum kembali ke keluarganya dan mengambil bekal untuk kegiatannya itu sampai beliau dikejutkan oleh kedatangan Malaikat Jibril pada saat berada di Gua Hira.
Malaikat Jibril mendatangi beliau dan berkata, “Bacalah!” Rasulullah saw. menjawab, “Saya tidak dapat membaca.” Beliau mengatakan, lal malaikat itu memegang dan mendekapku sampai aku merasa lelah. Kemudian ia melepaskanku dan megnatakan, “Bacalah!” Aku menjawab, “Aku tidak dapat membaca!’ Malaikan itu mengulanginya untuk yang ketiga sambil mengatakan, “Iqra’ bismi rabbikal ladzii khalaq; bacalah, dengann menyebut nama Rabbmu yang menciptakan.” (Al-’Alaq: 1)
Kemudian Rasulullah saw. pulang. Kepada isterinya, Khadijah, beliau berkata, “Selimuti aku, selimuti aku.” Lalu beliau diselimuti sampai rasa keterkejutannya hilang. Kemudian beliau menceritakan apa yang terjadi kepada Khadijah. “Aku Khawatir terhadap diriku.” Khadijah menjawab, “Tidak. Demi Allah, sama sekali Dia tidak akan menghinakanmu selamanya. Sebab, engkau orang yang mempererat tali persaudaraan dan memikul beban orang lain. Engkau orang yang menghormati tamu, membantu orang yang susah, dan membela orang-orang yang berdiri di atas kebenaran.”
Kemudian Khadijah pergi bersama Nabi saw. menemui sepupunya, Waraqah bin Naufal. Waraqah pernah menulis kitab Injil berbahasa Ibrani. Khadijah berkata, “Wahai anak pamanku, dengarlah apa yang dikatakan oleh anak saudarmu.” Waraqah bertanya dan ketika Rasulullah saw. menceritakan peristiwa yang dialaminya, ia berkata, “Itu adalah Namus (Jibril) yang pernah diutus Allah swt. kepada Nabi Musa a.s. Alangkah bahagianya seandainya aku masih muda perkasa. Alangkah gembiranya seandainya aku masih hidup tatkala kamu diusir oleh kaummu.”
Rasulullah saw. bertanya, “Apakah mereka akan mengusirku?” Waraqah menjawab, “Ya. Tidak seorang pun yang datang membawa seperti yang kamu bawa kecuali akan diperangi. Seandainya kelak aku masih hidup dan mengalami hari yang kamu hadapi itu pasti aku akan membantumu sekuat tenagaku.”
Setelah itu, selama tiga tahun lamanya Rasulullah saw. berdakwah secara rahasia. Hingga kemudian turun surat Al-Hijr ayat 94 yang memerintahkan Rasulullah saw. agar berdakwah secara terang-terangan. “Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musryik.”
Berdakwah secara terang-terangan
Rasulullah saw. pun menjalankan perintah itu. Berdakwah secara terang-terangan selama 10 tahun. Terutama di musim-musin haji. Beliau mendatangi orang-orang dari rumah ke rumah. Berdakwah di Pasar ‘Ukkadz, Majannah, dan Dzul-Majaz. Beliau mengajak orang banyak untuk memeluk Islam dan menawarkan surga sebagai imbalan. Beliau sampaikan seluruh risalah Allah swt. yang sampai kepadanya ketika itu. Namun, tidak banyak yang mau menyambut ajakannya.
Bahkan Rasulullah saw. menemui banyak rintangan. Berbagai macam siksaan yang menyulitkan langkah dakwahnya datang dari masyarakat Mekkah. Tidak sedikit orang menuduh beliau sebagai orang gila, tukang sihir, atau dukun.

Hijrah ke HabasyahPada tahun ke-5 kenabian, Rasulullah saw. memerintahkan para sahabatnya hijrah ke Habasyah (sekarang Ethiopia). Keputusan ini diambil karena siksaan yang dilakukan masyarakat Quraisy terhadap kaum muslimin ketika itu semakin gencar. Rasulullah saw. memilih Habasyah karena, “Di sana terdapat seorang pemimpin yang tidak aniaya terhadap siapa pun yang ada di dekatnya.”
Rombongan sahabat Rasulullah saw. yang hijrah pertama kali ini terdiri atas 12 orang pria dan 4 orang wanita. Rasulullah saw. menunjuk Utsman bin Affan sebagai amir kafilah hijrah ini.

Hijrah kedua ke HabasyahTak lama kemudian Hamzah bin Abdul Muthallib dan Umar bin Khaththab masuk Islam. Kabar ini sampai ke telinga para sahabat yang hijrah di Habasyah. Mereka tahu betul bahwa Hamzah dan Umar adalah sosok yang punya karakter, berani, dan perkasa. Karena itu mereka yakin bahwa dengan masuknya kedua orang itu kaum muslimin di Mekkah akan menjadi kuat. Karena itu, para muhajirin itu memutuskan untuk kembali pulang ke Mekkah.
Namun, tatkala sampai ke Mekkah mereka mendapati tidak seluruh kaum muslimin terbebas dari siksaan kaum Quraisy. Terutama mereka-mereka yang tidak mendapatkan jaminan keselamatan dari tokoh-tokoh Quraisy terpandang. Ketika siksaan dari kaum Quraisy sampai pada titik puncak yang tak bisa ditanggung lagi oleh kaum muslimin yang lemah, Rasulullah saw. mengizinkan mereka kembali hijrah ke Habasyah.
Hijrah yang kedua kalinya ini dilakukan oleh 83 orang pria dan 19 orang wanita. Kaum musyrikin Quraisy mengutus Amr bin Al-’Ash dan ‘Ammarah bin Al-Walid menemui Najasyi, Raja Habasyah. Mereka membawa berbagai hadiah. Mereka meminta Najasyi mengekstradisi kaum muslimin lari dari Mekkah. Namun Najasyi menolak sebelum mendengar langsung perkara yang sebenarnya dari pihak kaum muslimin.
Ja’far bin Abu Thalib r.a. tampil menjadi juru bicara kaum muslimin. Ia menjelaskan keadaan mereka ketika di masa jahiliyah dan bagaimana mereka berubah ketika menerima Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw. Hidayah itu telah mengubah diri mereka menjadi pribadi yang berakhlak mulia. Ja’far juga memperdengarkan beberapa ayat Al-Qur’an kepada Raja Najasyi, yaitu awal surat Maryam. Ayat itu berisi padangan Islam tentang Isa bin Maryam a.s. Isa adalah seorang hamba Allah dan Rasul-Nya. Mendengar keterangan itu, Najasyi memutuskan mengembalikan semua hadiah kaum musyrikin Quraisy dan memuliakan kaum muslimin sebagai tamu di negerinya.
Berbagai jenis siksaan yang menimpa Rasulullah saw. dan sahabatnya
Ada dua alasan mengapa kaum Quraisy tidak mau menerima dakwah Rasulullah saw. padahal mereka tahu betul akan kepribadian Rasulullah saw. yang tidak pernah berdusta. Bahkan mereka sendiri menggelari Rasulullah saw. dengan sebutan Al-Amin (orang yang terpercaya).
Alasan pertama, ritual penyembahan mereka kepada berhala adalah tradisi yang diwariskan dari generasi ke generasi. Karena itu, Islam dipandang sebagai ajaran yang mengancam tradisi leluhur yang harus mereka pertahankan. Alasan kedua, kaum Quraisy secara turun temurun punya kedudukan tinggi di masyarakat Mekkah. Mereka mengurus jamaah haji, memegang kunci Ka’bah, dan menguasai sumur Zamzam. Kedatangan Islam akan menggeser hak istimewa mereka itu. Karena itu, mereka menolak dakwah Rasulullah saw.
Mereka berusaha menghentikan dakwah Rasulullah saw. Mereka menawarkan tiga hal -harta, tahta, dan wanita-kepada Rasulullah saw. agar berhenti mendakwahkan Islam. Rasulullah saw. menolak. Bahkan Rasulullah saw. menawarkan, “Ucapkanlah laa ilaaha illallah, niscaya kalian akan mengusai bangsa Arab.”
Cara “halus” tak berhasil. Mereka menebar teror dengan siksaan terhadap Nabi dan kaum muslimin. Jika terhadap muslim yang memiliki kedudukan dan kehormatan dalam masyarakat, musyrikin Quraisy hanya menebar ancaman. Abu Jahal mengintimidasi seorang muslim golongan ini, “Engkau tinggalkan agama nenek moyangmu, padahal mereka lebih baik darimu. Kami akan rendahkan angan-anganmu. Kami akan lecehkan kehormatanmu. Akan kami rusak usahamu dan kami hancurkan hartamu.”
Terhadap kaum muslimin dari golongan lemah -apakah lemah secara ekonomi (fakir miskin atau lemah secara status sosial (budak)-musyrikin Quraisy tidak segan-segan menyiksa mereka. Bani Makhzum menyiksa keluarga Yasir. Yasin dan istrinya, Sumayyah, syahid dalam siksaan tersebut. Ammar bin Yasir memelas kepada Rasulullah saw., “Wahai Rasul, siksaan kepada kami telah mencapai puncaknya.” Rasulullah saw. menghibur Ammar, “Bersabarlah, wahai Abul Yaqdzan. Bersabarlah, wahai keluarga Yasir. Balasan untuk kalian adalah surga.”
Kaum musyrikin juga menyeret Bilal bin Rabah ke tengah padang pasir di tengah hari. Mereka melempari tubuh telanjang Bilal dengan batu-batu yang terpanggang panas matahari. Kemudian menindih dada Bilal dengan batu besar. Mereka memerintahkan Bilal menyebut nama tuhan-tuhan mereka. Tapi Bilal menolak. Ia mengucap, “Ahad, Ahad….”
Bani Hasyim diboikot, Abu Thalib dan Khadijah wafat
Kaum musyrikin Quraisy mengirim utusan kepada Abu Thalib, paman Nabi, membawa penawaran: jika keponakannya menginginkan kerajaan, mereka siap mengangkatnya menjadi raja; jika menginginkan harta, mereka siap mengumpulkan harta sehingga tidak ada yang terkaya kecuali Nabi; jika Nabi terkena gangguan jin, mereka siap mencarikan obat untuk menyembuhkanya; asal Nabi berhenti mendakwahkan Islam.
Rasulullah saw. menolak tawaran itu. Kepada Abu Thalib, beliau berkata, “Demi Allah, jika mereka meletakkan matahai di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, aku tidak akan meninggalkan (dakwah) ini, sampai Allah memenangkannya atau aku hancur karenanya.”
Mendengar jawaban itu, Abu Thalib berkata, “Teruskanlah urusanmu. Demi Allah, aku tidak akan menyerahkanmu selamanya.” Kemudian Abu Thalib mengumpulkan keluarga dekatnya untuk membela Rasulullah saw. Bani Hasyim dan Bani Muthallib datang, kecuali Abu Lahab.
Sementara Bani Hasyim dan Bani Muthallib -baik yang sudah beriman maupun yang masih musyrik– berkumpul untuk membela Rasulullah saw., kaum musyrikin juga berkumpul. Mereka sepakat untuk tidak melakukan jual-beli dan tidak memasuki rumah-rumah Bani Hasyim dan Bani Muthallib sebelum Rasulullah saw. diserahkan kepada mereka untuk dibunuh. Kesepakatan ini ditulis di sebuah spanduk dan di simpan di dalam Ka’bah.
Atas boikot tersebut, Abu Thalib memerintahkan kerabatnya untuk masuk ke dalam Syi’ib (lembah) dan berdiam di sama. Itulah awal tiga tahun masa boikot yang penuh derita dan guncangan.
Ternyata masih ada nurani di beberapa orang tokoh Quraisy. Hisyam bin Amr, Zuher bin Umayyah, Abul Kakhtari bin Hisyam, Zam’ah bin Al-Aswad, dan Muth’im bin ‘Adi bersepakat untuk membatalkan isi penjanjian musyrikin Quraisy. Sebelumnya Rasulullah saw. telah mengabarkan kepada pamannya, Abu Thalib, bahwa Allah telah mengutus rayap menghancurkan spanduk kesepakatan tersebut dan hanya menyisakan kalimat “Bismika Allahumma” (dengan nama-Mu, ya Allah).
Benar saja. Saat memasuki Ka’bah, Muth’im bin ‘Adi mendapati kondisi spanduk kesepakatan itu seperti yang diberitakan Rasulullah saw. Maka keluarlah Bani Hasyim dan Bani Muthallib dari Syi’ib. Mereka kembali berbaur bebas dengan masyarakat. Peristiwa ini terjadi di tahun ke-10 kenabian. Enam bulan setelah peristiwa ini, Abu Thalib wafat.
Rasulullah saw. bukan hanya kehilangan paman yang membelanya, tapi juga kehilangan isteri yang menjadi teman seperjuangan. Khadijah wafat di tahun yang sama dengan wafatnya Abu Thalib. Musibah yang beruntun terhadap diri Rasulullah saw. ini disebut ‘Amul Huzni (Tahun Kesedihan). ‘Amul Huzni terjadi selama 3 tahun sebelum perintah hijrah ke Madinah. Sebab, tiga tahun terakhir itu penindasan kaum Quraisy terhadap kaum muslimin dan upaya pembunuhan terhadap Rasulullah saw. demikian memuncak.

Isra’ dan Mi’raj
Di tengah himpitan musuh dan kehilangan pembela, Rasulullah saw. ditemani Jibril, diperjalankan oleh Allah swt. dari Mekkah ke Baitul Maqdis dengan mengendarai Buraq. Di Baitul Maqdis Rasulullah saw. shalat dan menjadi imam dengan makmum para nabi. Setelah itu, Nabi saw. naik ke langit dunia. Di sana beliau bertemu dengan Nabi Adam a.s. Di langit kedua bertemu dengan Nabi Isa dan Yahya a.s. Di langit ketiga bertemu Nabi Yusuf a.s. Di langit keempat Nabi Idris. Di langit kelima bertemua Nabi Harun. Di langit kelima bertemu dengan Nabi Musa a.s. Di langit ketujuh bertemu Nabi Ibrahim a.s. Kemudian Rasulullah saw. sampai di Sidratul Muntaha, lalu diangkat ke Baitul Ma’mur. Di sini Jibril terlihat dalam bentuknya yang asli.
Allah saw. telah berbicara dengan Rasulullah saw. dan memberi perintah wajibnya shalat 5 waktu. Sebelumnya perintah itu adalah 50 kali dalam sehari semalam. Tapi, setelah berdiskusi dengan Nabi Musa, Rasulullah saw. bolak-balik meminta keringanan kepada Allah swt.
Rasulullah saw. menceritakan tentang peristiwa Isra’ dan Mi’raj ini kepada kaum muslimin dan penduduk Mekkah. Kaum musyrikin mendustakan, meski Rasulullah saw. mampu memberi bukti dengan menerangkan secara terperinci tentang Baitul Maqdis dan kafilah Quraisy yang tengah kembali dari Syam.
Hanya Abu Bakar orang yang tidak ragu dengan cerita Rasulullah saw. tersebut. Tak heran jika Rasulullah saw. memberinya gelar As-Shiddiq.
Masuk Islamnya Penduduk Yatsrib
dakwatuna.com - Kota Yatsrib berpenduduk asli Suku Aus dan Suku Khazraj. Di samping mereka, orang-orang Yahudi juga menentap di sana. Meski bermuamalah dengan penduduk Suku Aus dan Khazraj, orang-orang Yahudi tidak bisa menutupi sikap permusuhan mereka. Bahkan, orang-orang Yahudi ini menjanjikan bahwa akan datang seorang nabi yang akan memimpin mereka memerangi Suku Aus dan Khazraj sebagaimana memerangi kaum ‘Ad dan Tsamud.
Keyakinan akan datangnya nabi tersebut begitu melekat di penduduk Yatsrib. Hingga suatu ketika di musim haji Rasulullah saw. berdakwah dengan mendatangi kabilah-kabilah yang tengah melaksanakan haji di Baitullah. Rasulullah saw. berjumpa dengan rombongan dari Suku Khazraj. Beliau menawarkan Islam kepada mereka. Orang-orang Khazraj saling berkata kepada satu sama lain, “Ketahuilah, demi Allah, ini adalah Nabi yang pernah dijanjikan oleh orang-orang Yahudi kepada kalian. Maka, jangan sampai mereka mendahului kalian.”
Spontan orang-orang Suku Khazraj itu menerima ajakan Rasulullah saw. Mereka masuk Islam. Mereka kembali ke Yatsrib dan mengajak kaumnya masuk Islam sehingga tidak ada satu pun rumah-rumah Suku Khazraj dan Aus yang penghuninya tidak membicarakan tentang Rasulullah saw. dan agama Islam.
Bai’at Aqabah
Setahun setelah perjumpaan pertama itu, 12 orang penduduk Yatsrib yang telah beriman pergi ke Mekkah untuk melaksanakan haji dan menemui Rasulullah saw. Mereka bertemu di Aqabah. Di sana mereka membai’at (bersumpah setia) kepada Rasulullah saw. Isi bai’at mereka adalah seperti bai’at kaum wanita. Isi bai’at wanita adalah, pertama, tidak mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Allah; kedua, tidak mencuri; ketiga, tidak akan berzina; keempat, tidak akan membunuh anak-anak mereka sendiri, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka, dan tidak berdurhakai Rasulullah dalam urusan yang baik.
Mereka juga shalat bersama Rasulullah saw. Kemudian Rasulullah saw. mengutus Mus’ab bin Umair untuk mewakili Rasulullah saw. membacakan Al-Qur’an dan mengajarkan Islam kepada mereka di Yatsrib.
Pada musim haji berikutnya Mus’ab bin Umair membawa rombongan muslimin Yatsrib yang terdiri atas 73 pria dan 2 wanita menuju Mekkah. Mereka membuat janji bertemu dengan Rasulullah saw. pada pertengahan hari tasyrik di Aqabah. Setelah lewat sepertiga malam di malam waktu yang dijanjikan, rombongan itu menjumpai Rasulullah saw. secara diam-diam.
Rasulullah saw. menerima mereka didampingi oleh Abbas, paman beliau. Abbas menyelidiki ketulusan orang-orang Yatsrib untuk membela Rasulullah saw. Setelah itu Rasulullah saw. bersabda, “Aku membai’at kalian untuk membelaku -jika aku dantang kepada kalian-seperti kalian membela anak dan istri kalian; dan bagi kalian surga.” Setelah itu, satu per satu orang-orang Yatsrib yang hadir berdiri dan membai’at Rasulullah saw. Lalu Rasulullah saw. meminta mereka menyiapkan 12 orang naqib.
Setelah orang-orang Yatsrib meninggalkan Mekkah, kabar tentang peristiwa bai’at itu sampai ke telinga kalanga Quraisy. Orang-orang Quraisy berusaha mengejar rombongan itu, namun tidak berhasil menemukan.
Pada Bai’at Aqabah kedua ini, Rasulullah saw. menambahkan satu isi yang tidak ada di Bai’at Aqabah pertama, yaitu syarat ikut berperang. Kaum muslimin Yatsrib diminta berjanji untuk ikut berperang di sisi Rasulullah saw. Ubadah bin Shamit r.a. adalah salah seorang yang hadir dalam peristiwa itu. Ia berkata, “Kami telah berbai’at kepada Rasulullah saw. pada bai’atul-harbi (bai’at perang) untuk mendengar dan setia dalam keadaan susah dan senang, dalam keadaan bahagia dan sengsara, serta mendahulukan kepentingan dakwah atas kepentingan diri sendiri, tidak akan menentang urusan dari ahlinya, mengatakan yang benar di manapun kami berada, serta kami tidak akan takut kepada celaan orang lain dalam menegakkan agama Allah.”

Hijrah Ke MadinahRasulullah saw. memberi izin kaum muslimin untuk hijrah ke Yatsrib. Maka bergegaslah mereka hijrah diam-diam secara sendiri-sendiri atau berombongan. Hingga kaum muslimin di Mekkah hanya tersisa Rasulullah saw. bersama Abu Bakar dan Ali bin Abu Thalib serta beberapa orang lagi yang ditahan paksa musyrikin Quraisy.
Kaum Quraisy tahu betul bahwa kaum muslimin hijrah ke tepat yang strategis. Yatsrib adalah lintasan kafilah dagang kaum Quraisy menuju Syam. Karena itu, mereka khawatir jika Rasulullah saw. sampai ikut hijrah ke Yatsrib akan membuat fatal urusan dagang mereka. Maka mereka berkumpul di Darun Nadwah.
Mereka sepakat masing-masing kabilah akan mengirim seorang pemuda dengan pedang terhunus untuk membunuh Rasulullah saw. secara bersama-sama. Dengan demikian, darah Rasulullah saw. menjadi noda seluruh kabilah yang ada di Mekkah dan Bani Abdi Manaf tidak dapat menuntut balas.
Rencana jahat itu disampaikan Ibis dalam bentuk seorang tokoh dari Nejed, sehingga secara aklamasi disetujui oleh orang-orang yang hadir.
Allah swt. mengutus Jibril a.s. untuk mengabarkan rencana jahat itu. Kata Jibril, “Engkau jangan tidur malam ini di atas tempat tidur yang biasa engkau gunakan.” Lalu Rasulullah saw. memerintahkan Ali bin Abu Thalib tidur di tempat tidurnya dengan berselimut.
Para pemuda utusan seluruh kabilah memata-matai rumah Rasulullah saw. Rasulullah saw. mengambil segenggam tanah lalu melemparkan ke atas kepala mereka sambil membaca ayat ke-9 surat Yasin, “Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding pula; dan Kami tutup mata mereka sehingga mereka tidak dapat melihat.”
Rasulullah saw. dan Abu Bakar bergegas menuju Gua Tsur. Di sana mereka bersembunyi selama 3 hari. Seekor laba-laba menutupi mulut gua dengan anyaman jaring-jaringnya. Seekor burung merpati bertelur di depan gua. Abu Fuhairah, pesuruh Abu Bakar, ditugaskan mengembalakan kambing untuk menghapus jejak Rasulullah saw. Namun, para pencari jejak kaum Musyrikin Quraisy sampai juga ke mulut Gua Tsur. “Jika salah seorang di antara mereka melihat ke bawah, niscaya mereka akan melihat kami,” kata Abu Bakar. Namun Rasulullah saw. berkata kepada Abu Bakar, “Bagaimana engkau mengira kita dua orang, padahal Allah yang ketiga.”
Di hari ketiga Abdullah bin Uraiqit yang bukan muslim, datang membawa unta dan menjadi petunjuk jalan hijrah Rasulullah saw. menuju Yatsrib. Sementara kaum Quraisy yang merasa kecolongan, mengumumkan hadiah bagi siapa saja yang berhasil mendatangkan kembali Rasulullah saw. dan Abu Bakar.
Suraqah berharap mendapat hadiah itu. Ia menemukan jejak Rasulullah saw. Namun ketika mencoba mendekat, Rasulullah saw. berdoa. Dua kaki depan kuda Suraqah terbenam ditelan bumi. Suraqah memohon agar Rasulullah saw. mendoakan kudanya keluar dari himpitan bumi dan ia berjanji akan menghalau para pemburu hadiah dari Nabi dan Abu Bakar. Rasulullah saw. mengabulkan bahkan menjanjikan gelang Kaisar Persia. “Bagaimana pendapatmu, wahai Suraqah, jika engkau memakai gelang-gelang Kisra?” Janji ini terpenuhi di masa Kekhalifahan Umar bin Khaththab.
Rute yang ditempuh Rasulullah saw. menuju Yatsrib bukan rute biasa. Rasulullah saw. dibawa Abdullah bin Uraiqit menyusuri pesisir Laut Merah. Dalam perjalanan itu Rasulullah saw. melawati kemah milik Ummu Ma’bad. Tahun itu adalah musim kering dan tandus. Tidak ada air. Rasulullah saw. meminta izin kepada Ummu Ma’bad untuk memerah seekor kambing kurus miliknya.
Rasulullah saw. memerah susu kambing itu. Satu bejana penuh mereka minum. Sebelum pergi melanjutkan perjalanan, Rasulullah saw. memerah lagi satu bejana penuh untuk Ummu Ma’bad. Ketika suaminya tiba, Ummu Ma’bad menceritakan peristiwa itu. Suaminya berkata, “Demi Allah, aku berpendapat, dialah orang yang sedang dicari-cari oleh orang Quraisy.”

Tiba Di MadinahSejak mendengar kabar Rasulullah saw. telah keluar dari Kota Mekkah, setiap hari kaum muslimin Yatsrib keluar rumah menunggu-nunggu kedatangan beliau. Hingga orang yang ditunggu itu tiba pada hari Senin tanggal 12 Rabi’ul Awwal di tahun ke-13 kenabian.
Seorang Yahudi berteriak-teriak di atas bangunan tertinggi Yatsrib menginformasikan kedatangan Rasulullah saw. Orang-orang menyambut Rasulullah saw. yang kemudian menginap di perkampungan Bani Amr bin ‘Auf selama 14 hari. Di sini Rasulullah saw. membangun Masjid Kuba. Di hari Jum’at Rasulullah saw. meninggalkan Kuba dan shalat Jum’at di Bani Salim bin ‘Auf. Rasulullah saw. kembali meneruskan perjalanan. Orang-orang berebut memegang tali kekang unta beliau dan menawarkan singgah ke rumah-rumah mereka. Rasulullah saw. berkata, “Biarkan saja unta ini karena ia berjalan menurut perintah.”
Unta Rasulullah saw. berhenti di tanah milik dua orang anak yatim yang diasuh As’ad bin Zurarah. Rasulullah saw. membebaskan tanah itu dengan harga yang layak dan membangun masjid. Itulah Masjid Nabawi. Selama pembangunan masjid dan rumah, Rasulullah saw. tinggal sebagai tamu di rumah Abu Ayyub Al-Anshari.
Setelah beberapa hari Rasulullah saw. mengutus Zaid bin Haritsah dan Abu Rafi menjemput keluarga Rasulullah saw. yang tertinggal di Mekkah, kecuali putri Rasulullah yang bernama Zaenab.

Mempersaudarakan Mujahirin dan Anshar
Selain membangun masjid, mengubah nama kota dari Yatsrib menjadi Madinah, dan membuat perjanjian dengan kelompok-kelompok Yahudi dan kabilah lainnya, Rasulullah saw. juga mempersaudarakan antara kaum muslimin asal Mekkah -disebut Muhajirin-dengan kaum muslimin asal Madinah -disebut Anshar–. Jumlah mereka seluruhnya 90 orang pria. Mereka dipersaudarakan untuk saling tolong menolong dan saling memberi warisan setelah mereka meninggal kelak, selain memberi warisan kepada kaum kerabat mereka sendiri. Sampai ketentuan saling mewarisi ini dihentikan oleh Allah swt. dengan turunnya ayat 75 surat Al-Anfal. Dengan persaudaraan ini, beban sosial dari peristiwa hijrahnya kaum Muhajirin dari Mekkah yang tanpa membawa harta sedikitpun, terselesaikan.

Perubahan Arah KiblatSelama 16 bulan Rasulullah saw. melaksanakan shalat menghadap ke Baitul Maqdis, Palestina. Orang-orang Yahudi mengklaim bahwa Rasulullah saw. menyamai kiblat mereka. Mereka berkata bahwa arah kiblatnya sama dengan mereka, maka agama Rasulullah hampir menyamai agama mereka.
Karena itu, Rasulullah saw. menginginkan agar Allah swt. mengubah arah kiblat ke Mekkah. Atas harapan Rasulullah saw. ini, Allah swt. menurunkan ayat 144 surat Al-Baqarah. “Sungguh kami sering melihat wajahmu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram.”
Atas perintah Allah swt. ini, seluruh kaum muslimin membalikan arah kiblat 180 derajat, dari Baitul Maqdis menuju Baitullah di Mekkah. Peristiwa besar ini menjadi ujian bagi kaum muslimin dan juga kaum kafirin.

Definisi/Pengertian Malaikat, Sifat dan Fungsi Iman Kepada Malaikat Allah SWT - Pendidikan Agama Islam

A. Arti Definisi dan Pengertian Malaikat Allah SWT
Malaikat adalah kekuatan-kekuatan yang patuh, tunduk dan taat pada perintah serta ketentuan Allah SWT. Malaikat berasal dari kata malak bahasa arab yang artinya kekuatan. Dalam ajaran agama islam terdapat 10 malaikat yang wajib kita ketahui dari banyak malaikat yang ada di dunia dan akherat yang tidak kita ketahui yaitu antara lain :
1. Malaikat Jibril yang menyampaikan wahyu Allah kepada nabi dan rasul.
2. Malaikat Mikail yang bertugas memberi rizki / rejeki pada manusia.
3. Malaikat Israfil yang memiliki tanggung jawab meniup terompet sangkakala di waktu hari kiamat.
4. Malaikat Izrail yang bertanggungjawab mencabut nyawa.
5. Malikat Munkar yang bertugas menanyakan dan melakukan pemeriksaan pada amal perbuatan manusia di alam kubur.
6. Malaikat Nakir yang bertugas menanyakan dan melakukan pemeriksaan pada amal perbuatan manusia di alam kubur bersama Malaikat Munkar.
7. Malaikat Raqib / Rokib yang memiliki tanggung jawab untuk mencatat segala amal baik manusia ketika hidup.
8. Malaikat Atid / Atit yang memiliki tanggungjawab untuk mencatat segala perbuatan buruk / jahat manusia ketika hidup.
9. Malaikat Malik yang memiliki tugas untuk menjaga pintu neraka.
10. Malaikat Ridwan yang berwenang untuk menjaga pintu sorga / surga.
B. Malaikat Yang Ingin Kita Temui
Yang pasti semua manusia ingin bertemu dengan malaikat izrail yang mencabut nyawa kita dengan lemah lembut tanpa rasa sakit, malaikat munkar dan nakir dengan penampakan yang baik serta lemah lembut dalam menginterogasi kita, malaikat rakib yang memiliki catatan amal baik kita yang tebal, malaikat atid yang hanya memiliki beberapa catatan buruk kita dan malaikat ridwan yang mempersilahkan masuk ke dalam surga yang kekal dan abadi.
Jika anda mau seperti itu, saya yakin anda tahu apa yang anda harus lakukan di dunia.
C. Sifat-Sifat Dasar Malaikat Allah SWT :
1. Pasti selalu patuh pada segala perintah Allah dan selalu tidak melaksanakan apa yang dilarang Allah SWT.
2. Tidak sombong, tidak memiliki nafsu dan selalu bertasbih.
3. Dapat berubah wujud dan menjelma menjadi yang dia kehendaki.
4. Memohon ampunan bagi orang-orang yang beriman.
5. Ikut bahagia ketika seseorang mendapatkan Lailatul Qadar.
D. Iman Kepada Malaikat Allah
Iman kepada Malaikat adalah yakin dan membenarkan bahwa Malaikat itu ada, diciptakan oleh Allah SWT dari cahaya / nur.
Fungsi iman kepada Malaikat Allah :
1. Selalu melakukan perbuatan baik dan merasa najis serta anti melakukan perbuatan buruk karena dirinya selalu diawasi oleh malaikat.
2. Berupaya masuk ke dalam surga yang dijaga oleh malaikat Ridwan dengan bertakwa dan beriman kepada Allah SWT serta berlomba-lomba mendapatkan Lailatul Qodar.
3. Meningkatkan keikhlasan, keimanan dan kedisiplinan kita untuk mengikuti / meniru sifat dan perbuatan malaikat.
4. Selalu berfikir dan berhati-hati dalam melaksanakan setiap perbuatan karena tiap perbuatan baik yang baik maupun yang buruk akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.
E. Perbedaan Malaikat dengan Jin, Setan / Syetan dan Iblis
Malaikat terbuat dari cahaya atau nur sedangkan jin berasal dari api atau nar. Malaikat selalu tunduk dan taat kepada Allah sedangkan jin ada yang muslim dan ada yang kafir. Yang kafir adalah syetan dan iblis yang akan terus menggona manusia hingga hari kiamat agar bisa menemani mereka di neraka.
Malaikat tidak memiliki hawa nafsu sebagaimana yang dipunyai jin. Jin yang jahat akan selalu senantiasa menentang dan menjalankan apa yang dilarang oleh Tuhan Allah SWT. Malaikat adalah makhluk yang baik dan tidak akan mencelakakan manusia selama berbuat kebajikan, sedangkan syetan dan iblik akan selalu mencelakakan manusia hingga hari akhir.

Hukum Taklifi, Perintah Ibadah, dan Sumber-sumbernya Hukum Taklifi, Perintah Ibadah, dan Sumber-sumbernya

A. Hukum Taklifi
Hukum Islam secara garis besar dibagi dua, yaitu:
a. Hukum Taklifi, yaitu tuntutan Allah yang berkaitan dengan perintah untuk mengerjakan atau meninggalkan perbuatan.
b. Hukum Wad’i, yaitu ketetapan Allah yang mengandung pengertian, terjadinya sesuatu hukum karena ada sebab, syarat, atau penghalang.
Contoh, karena belum balig, maka seseorang tidak wajib berpuasa ramadan. “Belum balig” merupakan penghalang kewajiban puasa ramadan.

1. Pengertian Hukum Taklifi
Macam-macam hukum taklifi meliputi;
a. Al-Ijab, merupakan tuntutan pasti untuk dilaksanakan serta tidak boleh (dilarang) meninggalkannya.
b. An-Nadb, merupakan tuntutan untuk melaksanakan suatu perbuatan, tetapi tuntutan tersebut tidak secara pasti.
c. Al-Ibahah, merupakan penetapan dari Allah swt yang mengandung pilihan antara berbuat atau tidak.
d. Karahah, merupakan tuntutan untuk meninggalkan sesuatu perbuatan, tetapi apabila tidak dilaksanakan tidak dikenai hukuman.
e. At-Tahrim, merupakan perintah tuntuk tidak mengerjakan perbuatan dengan tuntutan yang pasti.
2. Kedudukan dan Fungsi Hukum Taklifi
a. Kedudukan Hukum Taklifi
Kedudukan hukum taklifi (dalam hukum Islam) merupakan ketetapan-ketetapan dari Allah itu sendiri.
b. Fungsi Hukum Taklifi
Fungsi hukum taklifi adalah sebagai rambu-rambu bagi umat Islam mengenai berbagai perbuatan yang boleh dan dilarang, perbuatan yang sebaiknya ditinggalkan tetapi jika dilakukan tidak berdosa, dan lain-lain.

B. Perintah Ibadah
1. Pengertian Ibadah
Ibadah adalah segala perbuatan yang disukai serta diridai oleh Allah swt.
2. Hikmah Ibadah
a. Pendekatan diri kepada Allah
b. Menumbuhkan jiwa sosial
c. Menunjukkan syiar
d. Menunjukkan kesatuan
e. Menunjukkan persatuan derajat
C. Sumber-sumber Hukum Taklifi
Kata-kata sumber dalam hukum Islam merupakan terjemah dari kata mashadir yang berarti wadah ditemukannya dan ditimbanya norma hukum.
a. Al Qur’an
Al Qur’an berisi wahyu-wahyu dari Allah SWT yang diturunkan secara berangsur-angsur (mutawattir) kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril. Al Qur’an diawali dengan surat Al Fatihah, diakhiri dengan surat An Nas. Membaca Al Qur’an merupakan ibadah.
Al Qur’an merupakan sumber hukum Islam yang utama. Setiap muslim berkewajiban untuk berpegang teguh kepada hukum-hukum yang terdapat di dalamnya agar menjadi manusia yang taat kepada Allah SWT, yaitu menngikuti segala perintah Allah dan menjauhi segala larangnannya
Al Qur’an memuat berbagai pedoman dasar bagi kehidupan umat manusia;
a. Tuntunan yang berkaitan dengan keimanan/akidah, yaitu ketetapan yantg berkaitan dengan iman kepada Allah SWT, malaikat-malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, hari akhir, serta qadha dan qadar
b. Tuntunan yang berkaitan dengan akhlak, yaitu ajaran agar orang muslim memilki budi pekerti yang baik serta etika kehidupan.
c. Tuntunan yang berkaitan dengan ibadah, yakni shalat, puasa, zakat dan haji.
d. Tuntunan yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia dalam masyarakat
Isi kandungan Al Qur’an
1. Segi Kuantitas
Al Quran terdiri dari 30 Juz, 114 surat, 6.236 ayat, 323.015 huruf dan 77.439 kosa kata

2. Segi Kualitas
Ditinjau dari segi hukum, isi pokok al-Qur’an terbagi menjadi 3 (tiga) bagian:
a. Hukum yang berkaitan dengan ibadah: hukum yang mengatur hubungan rohaniyah dengan Allah SWT dan hal – hal lain yang berkaitan dengan keimanan. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Tauhid atau Ilmu Kalam
b. Hukum yang berhubungan dengan amaliyah yang mengatur hubungan dengan Allah, dengan sesama dan alam sekitar. Hukum ini tercermin dalam Rukun Islam dan disebut hukum syariat. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Fiqih
c. Hukum yang berkaitan dengan akhlak. Yakni tuntutan agar setiap muslim memiliki sifat – sifat mulia sekaligus menjauhi perilaku – perilaku tercela.
Bila ditinjau dari Hukum Syara terbagi menjadi dua kelompok:
a. Hukum yang berkaitan dengan amal ibadah seperti shalat, puasa, zakat, haji, nadzar, sumpah dan sebagainya yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan tuhannya.
b. Hukum yang berkaitan dengan amal kemasyarakatan (muamalah) seperti perjanjian perjanjian, hukuman (pidana), perekonomian, pendidikan, perkawinan dan lain sebagainya.

Hukum yang berkaitan dengan muamalah meliputi:
1. Hukum yang berkaitan dengan kehidupan manusia dalam berkeluarga, yaitu perkawinan dan warisan
2. Hukum yang berkaitan dengan perjanjian, yaitu yang berhubungan dengan jual beli (perdagangan), gadai-menggadai, perkongsian dan lain-lain. Maksud utamanya agar hak setiap orang dapat terpelihara dengan tertib
3. Hukum yang berkaitan dengan gugat menggugat, yaitu yang berhubungan dengan keputusan, persaksian dan sumpah
4. Hukum yang berkaitan dengan jinayat, yaitu yang berhubungan dengan penetapan hukum atas pelanggaran pembunuhan dan kriminalitas
5. Hukum yang berkaitan dengan hubungan antar agama, yaitu hubungan antar kekuasan Islam dengan non-Islam sehingga tercpai kedamaian dan kesejahteraan.
6. Hukum yang berkaitan dengan batasan pemilikan harta benda, seperti zakat, infaq dan sedekah.
Selain ayat-ayat Al Qur’an yang berkaitan dengan hukum, ada juga yang berkaitan dengan masalah dakwah, nasehat, tamsil, kisah sejarah dan lain-lainnya. Ayat yang berkaitan dengan masalah-masalah tersebut jumlahnya banyak sekali.
b. Hadits
Hadits merupakan segala tingkah laku Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan (taqrir). Hadits merupakan sumber hukum Islam yang kedua setelah Al Qur’an. Allah SWT telah mewajibkan untuk menaati hukum-hukum dan perbuatan-perbuatan yang disampaikan oleh nabi Muhammad SAW dalam haditsnya. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT:
         
Artinya: “ … Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah, …” (QS Al Hasyr : 7)
Hadits menurut sifatnya mempunyai klasifikasi sebagai berikut:
1. Hadits Shohih, adalah hadits yang diriwayatkan oleh Rawi yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung, tidak ber illat, dan tidak janggal. Illat hadits yang dimaksud adalah suatu penyakit yang samar-samar yang dapat menodai kesahihan suatu hadits.
2. Hadits Makbul, adalah hadits-hadits yang mempunyai sifat-sifat yang dapat diterima sebagai Hujjah. Yang termasuk Hadits Makbul adalah Hadits Shohih dan Hadits Hasan.
3. Hadits Hasan, adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, tapi tidak begitu kuat ingatannya (hafalannya), bersambung sanadnya, dan tidak terdapat illat dan kejanggalan pada matannya. Hadits Hasan termasuk hadits yang makbul biasanya dibuat hujjah untuk sesuatu hal yang tidak terlalu berat atau tidak terlalu penting.
4. Hadits Dhoif, adalah hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih syarat-syarat hadits sahih atau hadits hasan. Hadits dhoif banyak macam ragamnya dan mempunyai perbedaan derajat satu sama lain, disebabkan banyak atau sedikitnya syarat-syarat hadits sahih atau hasan yang tidak dipenuhi.
Adapun syarat-syarat suatu hadits dikatakan hadits yang sahih, yaitu:
1. Rawinya bersifat adil
2. Sempurna ingatan
3. Sanadnya tidak terputus
4. Hadits itu tidak berilat, dan
5. Hadits itu tidak janggal
c. Ijtihad
Ijtihad ialah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memecahkan suatu masalah yang tidak ada ketetapannya, baik dalam Al Qur’an maupun Hadits, dengan menggunkan akal pikiran yang sehat dan jernih, serta berpedoman kepada cara-cara menetapkan hukum-hukumyang telah ditentukan. Hasil ijtihad dapat dijadikan sumber hukum yang ketiga.
Untuk melakukan ijtihad (mujtahid) harus memenuhi beberapa syarat berikut ini:
1. mengetahui isi Al Qur’an dan Hadits, terutama yang bersangkutan dengan hukum
2. memahami bahasa arab dengan segala kelengkapannya untuk menafsirkan Al Qur’an dan hadits
3. mengetahui soal-soal ijma
4. menguasai ilmu ushul fiqih dan kaidah-kaidah fiqih yang luas.
Dalam berijtihad seseorang dapat menmpuhnya dengan cara ijma’ dan qiyas. Ijma’ adalah kesepakatan dari seluruh imam mujtahid dan orang-orang muslim pada suatu masa dari beberapa masa setelah wafat Rasulullah SAW. Berpegang kepada hasil ijma’ diperbolehkan, bahkan menjadi keharusan.
Qiyas (analogi) adalah menghubungkan suatu kejadian yang tidak ada hukumnya dengan kejadian lain yang sudah ada hukumnya karena antara keduanya terdapat persamaan illat atau sebab-sebabnya. Contohnya, mengharamkan minuman keras, seperti bir dan wiski. Haramnya minuman keras ini diqiyaskan dengan khamar yang disebut dalam Al Qur’an karena antara keduanya terdapat persamaan illat (alasan), yaitu sama-sama memabukkan. Jadi, walaupun bir tidak ada ketetapan hukumnya dalam Al Qur’an atau hadits tetap diharamkan karena mengandung persamaan dengan khamar yang ada hukumnya dalam Al Qur’an.
Sebelum mengambil keputusan dengan menggunakan qiyas maka ada baiknya mengetahui Rukun Qiyas, yaitu:
1. Dasar (dalil)
2. Masalah yang akan diqiyaskan
3. Hukum yang terdapat pada dalil
4. Kesamaan sebab/alasan antara dalil dan masalah yang diqiyaskan
Bentuk Ijtihad yang lain
• Istihsan/Istislah, yaitu menetapkan hukum suatu perbuatan yang tidak dijelaskan secara konkret dalam Al Qur’an dan hadits yang didasarkan atas kepentingan umum atau kemaslahatan umum atau untuk kepentingan keadilan
• Istishab, yaitu meneruskan berlakunya suatu hukum yang telah ada dan telah ditetapkan suatu dalil, sampai ada dalil lain yang mengubah kedudukan dari hukum tersebut
• Istidlal, yaitu menetapkan suatu hukum perbuatan yang tidak disebutkan secara konkret dalam Al Qur’an dan hadits dengan didasarkan karena telah menjadi adat istiadat atau kebiasaan masyarakat setempat. Termasuk dalam hal ini ialah hukum-hukum agama yang diwahyukan sebelum Islam. Adat istiadat dan hukum agama sebelum Islam bisa diakui atau dibenarkan oleh Islam asalkan tidak bertentangan dengan ajaran Al Qur’an dan hadits
• Maslahah mursalah, ialah maslahah yang sesuai dengan maksud syara’ yang tidak diperoeh dari pengajaran dalil secara langsung dan jelas dari maslahah itu. Contohnya seperti mengharuskan seorang tukang mengganti atau membayar kerugian pada pemilik barang, karena kerusakan diluar kesepakatan yang telah ditetapkan.
• Al ‘Urf, ialah urusan yang disepakati oleh segolongan manusia dalam perkembangan hidupnya
• Zara’i, ialah pekerjaan-pekerjaan yang menjadi jalan untuk mencapai mashlahah atau untuk menghilangkan mudarat.
D. Pembagian Hukum dalam Islam
Hukum dalam Islam ada lima yaitu:
a. Wajib, yaitu perintah yang harus dikerjakan. Jika perintah tersebut dipatuhi (dikerjakan), maka yang mengerjakannya akan mendapat pahala, jika tidak dikerjakan maka ia akan berdosa
b. Sunah, yaitu anjuran. Jika dikerjakan dapat pahala, jika tidak dikerjakan tidak berdosa
c. Haram, yaitu larangan keras. Kalau dikerjakan berdosa jika tidak dikerjakan atau ditinggalkan mendapat pahala
d. Makruh, yaitu larangan yang tidak keras. Kalau dilanggar tidak dihukum (tidak berdosa), dan jika ditinggalkan diberi pahala
e. Mubah, yaitu sesuatu yang boleh dikerjakan dan boleh pula ditinggalkan. Kalau dikerjakan tidak berdosa, begitu juga kalau ditinggalkan.
Diposkan oleh Aulia_Wajuanna di 01:34 0 komentar
Label: Agama X Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz
Perilaku Tercela
Perilaku Tercela

Islam sangat menutamakan dan menghargai eksistensi manusia. Oleh karena itu, Allah sangat murka apabila manusia bersikap menghancurkan manusia lain tanpa dasar aturan Nya. Perilaku tercela seperti merampok, membunuh, asusila, dan pelanggaran hak asasi manusia merupakan tindakan yang melecehkan eksistensi manusia yang sesungguhnya telah dimuliakan oleh Allah. Nah, untuk mengenali hal tersebut sehingga kita mampu membentengi diri, marilah kita bersama-sama menganalisisnya dalam pembahasan kali ini.
A. Merampok
Merampas atau merampok harta orang lain yang kadang disertai dengan kekerasan, ancaman dan bahkan pembunuhan emrupakan perilaku yang sangat menggelisahkan dan mengerikan. Itu termasuk perbuatan haram dam merupakan dosa besar yang wajib dijauhi oleh setiap individu. Apabila dalam suatu masyarakat banyak terjadi perampasan dan perampokan, warga masyarakat yang ada di lingkungan tersebut akan mengalami keresahan. Oleh karena itu, tetap sekali penegasan Allah SWT dan rasulnya. Mereka dianggap perang terhadap Allah dan rasulnya karena yang mereka lakukan merupakan perbuatan melawan hukum Allah SWT dan mengganggu masyarakat yang dilindungi oleh hukum. Orang-orang yang memerangi Allah dan rasul Nya disebutkan dalam firman Allah SWT sebagai berikut.
Artinya : “sesungguhyna pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan rasulnya dan membuat kerusakan di bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib atau dipotong tangan dan mereka dengan bertimbal balik atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya) dengan demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia dan diakhirat mereka beroleh siksaan yang besar.” (QS Al Maidah : 33) lihat al-Qur’an online di Goole,
Firman Allah yang lain perihal pencurian yang dapat dihukum dengan potong tangan adalah sebagai berikut.
Artinya : “Laki-laki dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya, (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah dan Allah maha perkasa dan maha bijaksana.” (QS Al Maidah : 38) lihat al-Qur’an online di Goole,
Pengertian hukum potong tangan dapat beraneka macam pendapat. Selain pengertian tangannya yang dipotong, dipenjarakan kemudian dibimbing sehingga sifat tercela tersebut dapat hilang. Perbuatan mencuri, merampok dan merampas jelas sangat berbahaya, baik terhadap diri sendiri maupun terhadapa orang lain atau masyarakat. Terhadap dirinya sendiri dapat berakibat antara lain kehidupan si pelaku pasti tidak akan merasa tenang. Jiwanya akan merasa dikejar-kejar oleh bayangan dosa, bahkan sedikit demi sedikit keimanan dan keislamannya akan terlepas dari dirinya. Rasulullah SAW pernah bersabda.yamg artinya : “Tidaklah seorang pencuri ketika mencuri itu ia beriman.” (HR Bukhari)
B. Membunuh
Hak-hak yang paling utama bagi setiap manusia yang dijamin pula oleh Islam adalah hak hidup, hak pemilikan, hak pemeliharaan kehormatan, hak kemerdekaan, hak persamaan, dan hak menuntut ilmu pengetahuan.
Diantara hak-hak tersebut, hak yang paling penting dan mendapat perhatian adalah hak hidup. Firman Allah SWT.
Artinya : “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu alasan yang benar.” (QS Al Isra : 33) lihat al-Qur’an online di Goole,
Islam memberikan perhatian terhadap perlindungan jiwa dan Allah mengancam orang yang merampas hal tersebut dengan hukuman berat. Allah SWT berfirman.
Artinya :“Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya adalah jahanam. Ia kekal di dalamnya dan Allah murka kepadanya dan mengutuknyaserta menyediakan azab yang pedih baginya.” (QS An Nisa : 93) lihat al-Qur’an online di Goole,
Hadis nabi Muhammad SAW.artinya :“Barang siapa membunuh dirinya dengan sesuatu maka kelak ia akan disiksa di hari kiamat nanti dengan barang tersebut.” (HR Muslim)
Pembunuhan dapat terjadi akibat berselisih pendapat, dengki, dendam, iri hati atau cemburu. Hal ini merupakan akibat tipu daya setan agar manusia senantiasa bertikai dan saling membunuh.
Jenis-jenis pembunuhan dan hukumannya berdasarkan Al Qur’an dan hadis dijelaskan sebagai berikut.
1. pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja yaitu merencanakan pembunuhan dalam keadaan jiwa sehat dan penuh kesadaran. Pembunuhan semacam ini dapat dihukum qisas artinya dihukum mati, kecuali dimaafkan oleh pihak keluarga korban dan kepadanya dituntut denda.
2. Pembunuhan yang terjadi tanpa disengaja dengan alat yang tidak mematikan. Hukumannya adalah penjara atau denda yang cukup berat
3. pembunuhan karena kesalahan atau kekhilafan semata-mata tanpa direncanakan dan tidak ada maksud sama sekali, misalnya kecelakaan. Hukuman tersangka penjara atau denda ringan
Untuk memperkecil peluang terjadinya ha-hal buruk tersebut, kita selalu memupuk perilaku terpuji, baik terhadap diri pribadi maupun terhadap lingkuang atau masyarakat. Hal-hal di bawah ini dapat melatih diri kita untuk membentengi diri dari perilaku tercela, khusunya perbuatan membunuh.

1. Membiasakan bersilaturahmi
2. Mampu menahan amarah
3. Mampu memaafkan kesalahan
4. Berbuat adil
5. Memperbanyak berbuat kebajikan
6. Suka menolong
7. Bersikap lemah lembut
8. Meninggalkan hal-hal yang menyangkut riba
9. Meneguhkan hati untuk mengikuti jalan yang lurus
10. Memakan makanan yang halal dan thayyib
11. Senantiasa berdoa kepada Allah SWT
12. Berlaku lurus terhadap manusia
13. Tidak pelit atau kikir

C. Asusila
Asusila adalah perbuatan atau tingkah laku yang menyimpang dari norma-norma atau kaidah kesopanan yangsaat ini cenderung banyak terjadi di kalangan masyarakat, terutama remaja. Islam dengan Al Qur’an dan sunah telah memasang bingkai bagi kehidupan manusia agar menjadi kehidupan yang indah an bersih dari kerusakan moral. Menurut pandangan Islam, tinggi dan rendahnya spiritualitas (rohani) pada sebuah masyarakat berkaitan erat dengan segala perilakunya, bukan saja tata perilaku yang bersifat ibadah mahdah (khusus) seperti salat dan puasa, namun juga yang bersifat perilaku ibadah ghairu mahadah (umum) seperti hal-hal yang berkaitan dengan sosial kemasyarakatan.
Didalam Al Qur’an terdapat bebeapa ayat yang memuat informasi dan pengetahuan tentang hubungan antara laki-laki dan perempuan. Firman Allah SWT
Artinya : “katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhyna Allah maha mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS An Nur : 30) lihat al-Qur’an online di Goole,
Hadis Nabi Muhammad SAW menyatakan sebagai berikut.yang artinya : “Maka bertakwalah kepada Allah dalam hal wanita. Sebab kalian telah mengambil mereka dengan dasar amanah Allah dan telah kalian halalkan kemaluan mereka dengan kalimah Allah.” (HR Muslim)
Ada beberapa hal yang menjadi faktor pemicu munculnya perilaku asusila di dalam suatu masyarakat tersebut.
1. Faktor lingkungan atau masyarakat yang cukup besar memberikan pengaruh terhadap tingkah laku sesorang, khususnya remaja yang kondisinya berada pada masa puberitas dan pencarian jati diri sehingga mereka rentan terhadap pengaruh tersebut.
2. Kurangnya keteladanan yang diberikan oleh pihak yang seharusnya memberi atau menjadi teladan. Keteladanan ini mutlak diperlukan, khusunya oleh remaja karena contoh atau teladan memberikan kemudahan untuk proses pembiasaan perilaku pada kehidupan sehari-hari mereka.
3. Kurangnya sikap konsisten dari pihak yang seharusnya memiliki tugas tersebut. Sikap tidak konsisten terkadang membuat seseorang tidak memiliki patokan yang jelas mengenai hal-hal mana yang boleh dan mana yang tidak.
D. Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)
Masalah hak asasi manusia menjadi salah satu pusat perhatian manusia sedunia sejak pertengahan abad lalu. Kaum muslim di seluruh dunia juga mempunyai perhatian yang sungguh-sungguh terhadap isu global ini. Islam selalu mendorong umatnya untuk mendorong umatnya untuk menemukan hal-hal yang baru dan mencari pemecahan-pemecahan baru demi kemajuan umat Islam, bahkan umat manusia di seluruh di dunia.
Ada beberapa pengertian dari hak asasi manusia antara lain :

1. hak-hak dasar atau pokok bagi manusia sejak dilahirkan yang merupakan anugerah dari Allah yang Mahakuasa
2. hak yang melekat pada martabat manusia sebagai insan ciptaan Allah yang tidak bisa dilanggar oleh siapapun juga, atau
3. hak dan kewajiban dasar manusia.

Darah manusia tidak boleh ditumpahkan tanpa alasan yang benar. Hukum Islam pun telah memberikan penjelasan mengenai hal tersebut, diantaranya larangan menindas wanita, anak-anak, orang tua, orang-orang sakit atau orang cidera, kehormatan dan kesucian, baik laki-laki maupun perempuan harus dihormati dalam segala keadaan, orang lapar harus diberi makan, orang telanjang diberi pakaian dan orang-orang sakit atau terluka di tolong tanpa memperdulikan apakah ia seorang muslim atau bukan, bahkan musuh sekalipun (lihat QS Al Maidah)
Islam pada dasarnya adalah ajaran yang komprehensif karena Al Qur’an adalah kitab yang berfungsi memberi petunjuk, penjelasanatas petunjuk, serta pembeda antara kebenaran dan kesalahan (lihat QS Al Baqarah : 185)
Berikut ini adalah isi yang terkandung dalam hak asasi manusia yang disepakati hampir di seluruh dunia
a. Kebebasan berpendapat, beragama, dan bergerak (Personal Right)
b. Hak memiliki, memberi, menjual dan memanfaatkan sesuatu (Properti Right)
c. Perlakuan sama dalam hukum dan pemerintahan (Right of legal Equality)
d. Ikut serta dalam pemerintahan, hak pilih dan dipilih (Political Right)
e. Hak untuk memilih pendidikan dan pengembangan kebudayaan (Social Culture Right)
f. Perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan (Prosedur Right)
Bangsa Indonesia, khususnya kaum muslimmempunyai tugas dan kewajiban untuk membuktikan bahwa Islam cinta damai dan menghormati hak asasi manusia. Ajaran Islam membimbing pemeluknya menjadi umat yang mampu meberikan kedamaian dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia di dunia
Ada beberapa contoh perilaku yang merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Perilaku yang harus di jauhi tersebut adalah sebagai berikut.

1. Membunuh manusia
2. Membunuh anak-anak meskipun karena takut miskin
3. Mencuri
4. Berzina
5. Menipu atau berlaku curang
6. Melakukan riba
7. Melakukan judi atau maasyir.
8. mengambil sesuatu yang bukan hak milik tidak halal
9. Memakan harta anak yatim yang bukan hak
10. menyuruh atau mendukung kemungkaran dan melarang atau mencegah kebaikan.
11. Menganiaya
12. Mengkhianati amanah dan menipu
13. Menipu dan merusak hakim
14. Membela pengkhianat
15. Berkata-kata palsu dan memberi kesaksian palsu.
16. Menyembunyikan kebenaran
17. Berkata buruk
18. Mengumpat
19. Mengejek atau mengolok-olok
20. Mematai-matai orang atau mencari kesalahan orang lain.
21. Memperlakukan anak yatim dan orang miskin dengan buruk
22. Menganggap rendah orang lain atau sombong
23. Bermaksud jahat atau menuduh wanita yang baik berzina.
24. Kikir atau bakhil
25. Merugikan atau mengambil hak orang lain
26. Membenci
27. Merusak
28. Menghina
29. Memaksakan kehendak.

Iblis atau setan senantiasa berusaha menggoda manusia untuk melakukan perbuatan tercela. Mereka telah bersumpah untuk menyesatkan manusia sepanjang masa. Oleh karena itu, kita harus berusaha semaksimal mungkin agar tidak terjebak atau tergoda rayuan iblis atau setan. Beberapa sikap yang menjadi perwujudan kita membenci sifat-sifat tercela tersebut antara lain sebagai berikut.

1. Kita meyakini bahwa Allah SWT adalah tuhan semesta alam yang Mahakuasa serta maha berkehendak, sedangkan semua makhluk Nya derada didalm kekuasaan Nya. Oleh karena itu, kita harus mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan cara memohon perlindungan hanya kepada Allah SWT dari segala godaan setan yang terkutuk, mengingat Allah dan sifat-sifatnya setiap saat, selalu mengembalikan sesuatu baik ide atau niat apapun juga didalam hati kepada Allah sebelum berbuat atau melakukan niat tersebut, melaksanakan segala perintah Allah, terutama yang berkaitan dengan ibadah rukun Islam secara konsisten, dan gemar melakukan amal saleh seperti aksi bakti sosial.
2. Menyisihkan harta atau rezeki yang digunakan untuk membantu orang-orang yang memerlukan bantuan atau terkena musibah
3. Selalu mendukung, turut serta membantu, atau aktif mengikuti kegiatan yanng bersifat syiar atau dakwah
4. Menggembirakan kaum dhuafa seperti anak yatim piatu, orang yang sedang sakit, fakir miskin dan lain sebagainya agar mereka turut merasakan kegembiraan dan perhatian dari saudaranya sesama muslim.

Perilaku Terpuji

A. Adil

Adil adalah memberikan hak kepada orang yang berhak menerimanya tanpa ada pengurangan, dan meletakkan segala urusan pada tempat yang sebenarnya tanpa ada aniaya, dan mengucapkan kalimat yang benar tanpa ada yang ditakuti kecuali terhadap Allah swt saja. Allah swt. berfirman dalam surat an-Nisa ayat 135 :
                                  •      
Artinya :
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan (Q.S. an-Nisa : 135)

Islam menyeru untuk berlaku adil sekalipun diantara kita sedang terjadi permusuhan. Allah swt. berfirman dalam surat al-Maidah ayat 8 :

          •            •        
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. al-Maidah ayat 8)

Adil disejajarkan dengan perbuatan kebajikan, karena adil sendiri adalah memberikan hak kepada yang punya. Sehingga orang yang diberikan hak merasa senang dan bahagia. Allah swt. berfirman dalam Q.S. an-Nahl (16) ayat 90 :

•                 
Artinya :
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran (Q.S. an-Nahl : 90)

Prof.Quraisy Shihab menguraikan tentang makna keadilan dalam bukunya Wawasan Al-Quran hal. 114-116, paling tidak ada empat pengertian adil yang dikemukakan oleh para ulama, yaitu ;
1. Adil dalam arti “sama”
Dalam arti memperlakukan sama terhadap orang-orang, tidak membedakan hak-haknya. Firman Allah dari Q.S. an-Nisa (4) ayat 58 berikut :
•           ••     •      •     
Artinya :
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat. (Q.S. an-Nisa : 58)

Perhatikan contoh keadilan yang dipraktekkan oleh Ali bin Abi Thalib berikut, pernah suatu hari terjadi sengketa diantara Ali bin Abi Thalib dengan seorang Yahudi, yaitu suatu sengketa yang sampai juga ke meja hijau (majlis hukum) dibawah pimpinan Umar bin Khattab guna mendapatkan penyelesaian. Setelah kedua pihak sama-sama datang menghadap Umar, maka berkatalah Umar kepada Ali : “ Ya Abal Hasan, berdirilah berdekatan dengan lawanmu”. Seusai Umar memberikan keputusannya, Umar melihat bahwa diwajah Ali terdapat tanda-tanda kedukaan, maka ujarnya : “ Wahai Ali, mengapa saya lihat anda agak susah ?”. Ali menjawab : “Sebab anda tidak mempersamakan antara saya dan lawan saya, anda memanggil saya dengan sebutan kehormatanku “Abal Hasan “, sedang anda memanggil Yahudi dengan namanya yang biasa”.
Pernahkah anda saksikan suatu tindak keadilan yang mencapai jangkauan setinggi itu ? Apa yang dipraktekkan oleh khalifah Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib itu adalah cermin keadilan didalam Islam. Karena Islam menyeru kepada umatnya untuk berlaku adil, Islam melarang keras untuk berlaku sebaliknya.
Imam Ibnu Taimiyah berkata : “ Bahwasanya Allah akan menolong penguasa atau pemerintah yang adil sekalipun dia pemerintah kafir, dan Allah tidak akan menolong penguasa pemerintah yang zalim kendatipun dia itu Islam “. Allah swt. berfirman dalam surat al-Hud ayat 117 :

        

Artinya :
Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan.(Q.S. al-Hud :117)
2. Adil dalam arti “seimbang”
Keseimbangan sangat diperlukan dalam suatu kelompok yang didalamnya terdapat beragam bagian yang bekerja menuju satu tujuan tertentu. Dengan terhimpunnya bagian-bagian itu, kelompok tersebut dapat berjalan atau bertahan sesuai tujuan kehadirannya. Firman Allah dalam surat al-Infithar (82) ayat 6-7 berikut ;
           
Artinya :
Hai manusia, Apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu yang Maha Pemurah. Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang. (Q.S. al Infithar :6-7)

Kata عدل dalam ayat tersebut berarti seimbang. Tubuh manusia akan normal selama bagian-bagian tubuh itu semua bekerja atau berfungsi sesuai tujuan kehadirannya.

Contoh lainnya terdapat dalam firman Allah Q.S. al-Mulk (67) ayat 3 berikut ;

      •              
Artinya :
Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, Adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? (Q.S. al-Mulk :3)

Alam semesta akan bertahan selama bagian-bagian dari ekosistem yang ditetapkan Allah swt. bekerja dengan seimbang.

3. Adil dalam arti “Perhatian terhadap hak-hak individu dan memberikan hak-hak itu kepada setiap pemiliknya”.
Pengertian inilah yang didefinisikan dengan “menempatkan sesuatu pada tempatnya” atau “memberi pihak lain haknya melalui jalan yang terdekat”. Lawannya adalah kezaliman dalam arti melanggar hak-hak pihak lain. Pengertian ini melahirkan keadilan sosial.

4. Adil yang dinisbatkan kepada Ilahi.
Adil disini artinya memelihara kewajaran atas berlanjutnya eksistensi, tidak mencegah kelanjutan eksistensi dan perolehan rahmat sewaktu terdapat banyak kemungkinan untuk itu”. Keadilan Ilahi merupakan rahmat dan kebaikanNya. Keadilannya mengandung konsekwensi bahwa rahmat Allah swt. tidak tertahan untuk diperoleh, sejauh makhluk itu dapat meraihnya.


B. Ridha
Ridha (رِضَى ) menurut kamus al-Munawwir artinya senang, suka, rela. Dalam kehidupan ini seseorang harus mampu menampilkan sikap ridha minimal dalam empat hal:
a. Ridha terhadap perintah dan larangan Allah
Artinya ridha untuk mentaati Allah dan Rasulnya. Pada hakekatnya seseorang yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat, dapat diartikan sebagai pernyataan ridha terhadap semua nilai dan syari’ah Islam. Perhatikan firman Allah dalam Q.S. al-Bayyinah (98) ayat 8
   •                    
Artinya :
Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah syurga 'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadanya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya. (Q.S.al-Bayyinah ayat 8 )

Dari ayat tersebut dapat dihayati, jika kita ridha terhadap perintah Allah maka Allah pun ridha terhadap kita.

b. Ridha terhadap taqdir Allah.
Mari kita simak, apa yang dikisahkan berikut ; pada suatu hari Ali bin Abi Thalib r.a. melihat Ady bin Hatim bermuram durja, maka Ali bertanya ; “Mengapa engkau tampak bersedih hati ?”. Ady menjawab ; “Bagaimana aku tidak bersedih hati, dua orang anakku terbunuh dan mataku tercongkel dalam pertempuran”. Ali terdiam haru, kemudian berkata, “Wahai Ady, barang siapa ridha terhadap taqdir Allah swt. maka taqdir itu tetap berlaku atasnya dan dia mendapatkan pahalaNya, dan barang siapa tidak ridha terhadap taqdirNya maka hal itupun tetap berlaku atasnya, dan terhapus amalnya”.
Ada dua sikap utama bagi seseorang ketika dia tertimpa sesuatu yang tidak diinginkan yaitu ridha dan sabar. Ridha merupakan keutamaan yang dianjurkan, sedangkan sabar adalah keharusan dan kemestian yang perlu dilakukan oleh seorang muslim.
Perbedaan antara sabar dan ridha adalah sabar merupakan perilaku menahan nafsu dan mengekangnya dari kebencian, sekalipun menyakitkan dan mengharap akan segera berlalunya musibah. Sedangkan ridha adalah kelapangan jiwa dalam menerima taqdir Allah swt. Dan menjadikan ridha sendiri sebagai penawarnya. Sebab didalam hatinya selalu tertanam sangkaan baik (Husnuzan) terhadap sang Khaliq bagi orang yang ridha ujian adalah pembangkit semangat untuk semakin dekat kepada Allah, dan semakin mengasyikkan dirinya untuk bermusyahadah kepada Allah.
Dalam suatu kisah Abu Darda’, pernah melayat pada sebuah keluarga, yang salah satu anggota keluarganya meninggal dunia. Keluarga itu ridha dan tabah serta memuji Allah swt. Maka Abu Darda’ berkata kepada mereka. “Engkau benar, sesungguhnya Allah swt. apabila memutuskan suatu perkara, maka dia senang jika taqdirnya itu diterima dengan rela atau ridha.
Begitu tingginya keutamaan ridha, hingga ulama salaf mengatakan, tidak akan tampak di akhirat derajat yang tertinggi daripada orang-orang yang senantiasa ridha kepada Allah swt. dalam situasi apapun (Hikmah, Republika, Senin 5 Februari 2007, Nomor: 032/Tahun ke 15)
c. Ridha terhadap perintah orang tua.
Ridha terhadap perintah orang tua merupakan salah satu bentuk ketaatan kita kepada Allah swt. karena keridhaan Allah tergantung pada keridhaan orang tua, perintah Allah dalam Q.S. Luqman (31) ayat 14 ;
     •            
Artinya :
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (Q.S. Luqman :14)

Bahkan Rasulullah bersabda : “Keridhaan Allah tergantung keridhaan orang tua, dan murka Allah tergantung murka orang tua”. Begitulah tingginya nilai ridha orang tua dalam kehidupan kita, sehingga untuk mendapatkan keridhaan dari Allah, mempersyaratkan adanya keridhaan orang tua. Ingatlah kisah Juraij, walaupun beliau ahli ibadah, ia mendapat murka Allah karena ibunya tersinggung ketika ia tidak menghiraukan panggilan ibunya.

d. Ridha terhadap peraturan dan undang-undang negara
Mentaati peraturan yang belaku merupakan bagian dari ajaran Islam dan merupakan salah satu bentuk ketaatan kepada Allah swt. karena dengan demikian akan menjamin keteraturan dan ketertiban sosial. Mari kita hayati firman Allah dalam Q.S. an-Nisa (4) ayat 59 berikut :
                              
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.( Q.S. an-Nisa :59)

Ulil Amri artinya orang-orang yang diberi kewenangan, seperti ulama dan umara (Ulama dan pemerintah). Ulama dengan fatwa dan nasehatnya sedangkan umara dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Termasuk dalam ridha terhadap peraturan dan undang-undang negara adalah ridha terhadap peraturan sekolah, karena dengan sikap demikian, berarti membantu diri sendiri, orang tua, guru dan sekolah dalam mencapai tujuan pendidikan. Dengan demikian mempersiapkan diri menjadi kader bangsa yang tangguh.


C. Amal Saleh

Amal Saleh artinya perbuatan yang baik. Beramal shaleh artinya melakukan hal-hal positif secara kreatif. Amal diartikan sebuah proses. Amal saleh diartikan sebuah proses yang baik sehingga menghasilkan sesuatu yang baik. Memperbanyak amal saleh berarti banyak jalan/cara yang baik (halal) untuk memperoleh sesuatu yang baik. Misalnya si Adnan rajin belajar dengan menciptakan cara-cara (berbagai cara) belajar yang kreatif, hasilnya dia memperoleh nilai maksimal dalam ujiannya. Rajin belajar dengan berbagai cara kreatif adalah amal saleh. Ukuran kesalehan adalah berdasarkan al-Quran dan Sunnah Rasulullah saw. yang prinsipnya antara lain sebagai berikut:
o Niat yang tulus
Dalam Islam, niat adalah salah satu faktor penentu apakah amal sesorang dikatakan shaleh atau bukan. Sebelum seseorang berbuat hendaklah luruskan dulu niat dan tujuannya , yaitu hanya semata-mata mencari ridha Allah. Sebagai contoh, menyapu kelas yang kotor adalah amal shaleh, tetapi jika dilakukan terpaksa atau karena ingin dipuji oleh guru, maka pertbuatan tersebut tidak termasuk amal shaleh karena tidak punya nilai di hadapan Allah.
o Ada manfa’atnya
Artinya perbuatan yang hendak dilakukan benar-benar bermanfa’at baik bagi dirinya maupun bagi orang lain; Baik untuk di dunia ataupun untuk di akhirat. Islam mengajarkan bahwa perbuatan yang tak mengandung manfa’at tidak boleh dilakukan, karena termasuk perbuatan sia-sia (tabzir)
o Prosesnya benar
Perbuatan dipandang benar atau termasuk amal shaleh apabila prosesnya tidak bertentangan dengan norma-norma agama dan akhlaq mulia. Sebagai contoh, seseorang berjualan atau dagang dengan tujuan untuk mencari rizki agar bisa menafkahi keluarganya, tetapi dengan cara-cara yang tidak halal, misalnya dengan cara menipu atau mengurangi timbangan dan sebagainya. Maka perbuatan dagang tersebut menjadi tercela, tidak termasuk amal shaleh.
1. Bentuk-bentuk amal saleh
Saleh secara ilahiyah dan saleh secara sosial. Kesalehan haruslah memiliki dua dimensi sekaligus. Jika dimata Allah dianggap saleh, maka dimata manusiapun haruslah mendapatkan pengakuan yang sama. Karena kesalehan dihadapan Allah haruslah diperoleh manfaatnya oleh masyarakat manusia sekitarnya. Perhatikan hadis berikut yang artinya :

“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik-baik, kalau ia tidak sanggup melakukannya, hendaklah ia diam”.
Sabdanya lagi :
“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia menghormati tetangganya”.
Sabdanya lagi :
“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia menghormat tamunya”.
Sabdanya lagi :
“Iman itu ada 70 cabang, dan malu termasuk cabang iman”.

Dari hadis-hadis tersebut, bahwa buah dari keimanan kepada Allah dan hari akhir adalah kesalehan sosial.
2. Cara memelihara kesalehan, adalah bergaul dengan orang-orang yang saleh
Perhatikan kisah-kisah berikut !
Suatu hari, Syafiq al-Balkhi (seorang dokter ahli jiwa) berkata kepada muridnya Hatim al-Asham.”Apa yang kau pelajari selama tinggal bersamaku (30 tahun). Hatim al-Asham menjawab, ada enam perkara yang dapat kuambil :
Pertama, Aku melihat orang-orang selalu ragu dalam mensikapi masalah ketentuan rizki. Tidak satupun dari mereka kecuali bersikap kikir terhadap harta yang dimilikinya, dan tamak dalam memperolehnya. Namun aku bertawakal kepada Allah karena firmanNya dalam Q.S. Hud (11) ayat 6 : “Dan tidak ada satu binatang melatapun di bumi ini melainkan Allahlah yang menjamin rizkinya”. Oleh karena aku termasuk binatang melata, maka hatiku tidak merisaukan sesuatu yang sudah dijamin Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Kuat”. Sang guru baru berkata, “Bagus”.
Kedua, Aku melihat setiap orang mempunyai teman untuk mencurahkan rahasia dan mengadukan permasalahannya kepadanya, namun teman mereka itu tidak dapat menyimpan rahasia dan tidak mau saling menolong. Maka aku menjadikan amal salehku sebagai teman, supaya dapat menolongku saat hari perhitungan (hisab), meneguhkan diriku dihadapan Allah dan menemaniku saat meniti shirat. Sang guru berkata : “Bagus”.
Ketiga, Aku melihat setiap orang mempunyai musuh dan saat kucermati diriku, ternyata musuhku bukanlah orang yang menggunjingku. Tidak pula orang yang menzalimiku dan menyakitiku, tetapi musuhku adalah orang yang ketika aku sedang taat kepada Allah ia menggodaku dengan perbuatan maksiatnya. Aku melihat bahwa yang berbuat demikian itu adalah iblis, jiwa dunia dan hawa nafsu. Aku menjadikan semua itu sebagai musuh, aku menjaga diri dari mereka dan aku mempersiapkan diri untuk memerangi mereka. Aku tidak akan membiarkan salah satupun dari mereka mendekatiku. Sang guru berkata : “Bagus”.
Keempat, Aku melihat bahwa setiap makhluk hidup senantiasa dibuntuti. Dan yang membuntuti adalah malaikat maut. Maka aku mempersiapkan diriku untuk menemuinya hingga bila dia datang, aku pergi bersamanya tanpa halangan. Sang guru berkata : “Bagus”.
Kelima, Aku melihat orang-orang saling mencinta dan membenci dan aku melihat orang mencintai tidak memiliki sesuatu untuk kekasihnya. Aku merenungkan sebab percintaan dan kebencian mereka, maka aku tahu penyebabnya adalah fisik (jasad). Aku menafikan (sebab fisik) dengan menafikan hubungan-hubungan antar jiwa dan jasadku, yaitu hubungan syahwat. Maka aku mencintai semua orang, aku tidak merelakan sesuatu atas mereka kecuali apa yang aku ridhai untuk diriku. Sang guru berkata : “Bagus”.
Keenam, Aku melihat bahwa setiap orang akan meninggalkan tempat tinggalnya dan nasib setiap orang akan kembali ke liang kubur. Maka aku mempersiapkan semua amal perbuatan yang mampu kulakukan dan yang akan membahagiakanku ditempat yang baru itu, yang tidak ada satupun dibaliknya, kecuali surga dan neraka.
Sang guru Syafiq al-Balkhi menimpali :”cukup dan laksanakanlah enam perkara itu sampai mati”.

Dari kisah tersebut dapat disimpulkan bahwa kesalehan akan terpelihara dengan baik apabila kita bergaul dengan orang-orang saleh juga.

3. Amal saleh dapat menolong saat kesulitan
Amal-amal saleh ternyata dapat menolong si pemiliknya dalam kesulitan, sebagaimana dikisahkan oleh rasulullah berikut !
“Ada tiga orang dari umat sebelum kalian melakukan perjalanan hingga malam menjelang. Merekapun bermalam di sebuah gua. Ketika mereka masuk di bagian dalam, tiba-tiba sebuah batu besar jatuh dari atas bukit dan menyumbat mulut gua. Mereka berkata kepada diri mereka masing-masing. Tidak akan bisa menyelamatkan diri, kecuali bila memohon kepada Allah dengan perbuatan saleh pernah dilakukan”.
Seorang dari mereka berdo’a : “Ya Allah hamba dulu mempunyai bapak dan ibu yang sudah tua renta. Hamba senantiasa memberi minum kedua orang tua hamba sebelum memberi minum keluarga dan anak-anak hamba. Pada suatu hari karena pekerjaan hamba mencari kayu membuat hamba pergi terlampau jauh hingga tidak bisa pulang dan merekapun tertidur menunggu kedatangan hamba. Sampai di rumah hamba langsung memerah susu untuk keduanya, tapi mereka sudah pulas. Hamba merasa segan untuk membangunkan mereka dan hambapun tidak mau memberi minum keluarga dan anak-anak hamba sebelum mereka minum terlebih dahulu. Maka hambapun memutuskan untuk tetap menunggu dengan periuk di tangan hingga fajar mulai menerangi dan anak-anak hamba merintih kelaparan, merajuk di kaki hamba. Tak lama kedua orang tua hamba bangun dan mereka bisa minum minuman yang telah hamba sediakan. “Ya Allah, Jika menurutMu hamba melakukan hal itu demi mendapat keridhaanMu, maka lepaskanlah kami dari musibah batu yang menimpa kami”. Dan tiba-tiba batu penyumbat mulut gua itu bergeser, tetapi belum cukup untuk bisa keluar.
Salah seorang dari mereka memohon lagi : Hamba dulu mempunyai saudara sepupu perempuan dan dia adalah orang yang paling hamba cintai. Hamba terus berusaha membujuknya, namun ia menolak hasrat cinta hamba. Hingga akhirnya datang musim kemarau yang panjang, iapun datang menemui hamba, hamba memberinya 120 dinar dengan syarat ia mau melayani keinginan hamba, maka ia menyanggupinya. Ketika hamba hendak menjamahnya, ia berkata, “takutlah kepada Allah dan janganlah engkau gunakan cincin ini kecuali sesuai haknya”. Mendengar kata-kata itu hambapun pergi meninggalkannya, dan dia tetap orang yang paling hamba cintai. Hamba tinggalkan emas yang telah hamba berikan padanya. Ya Allah jika hamba melakukan perbuatan itu karena mengharap keridhaanMu, maka lepaskanlah kami dari apa yang menimpa kami. Seketika itu batu mulai terkuak lagi namun belum cukup untuk keluar dari gua itu.
Lelaki ketiga ganti memohon, “Ya Allah, hamba dulu sering menyewa pekerja dan senantiasa memberikan mereka upah, kecuali seorang dari mereka pergi, tidak memberitahukan kemana perginya. Hambapun memutuskan untuk menginvestasikan upah orang itu hingga berkembang menjadi banyak. Suatu ketika si pekerja itu datang kepada hamba dan berkata, “Wahai hamba Allah, berikan padaku upah kerjaku”. Hamba berkata kepadanya, “Semua yang kamu lihat, unta, sapi, kambing dan budak-budak ini adalah upah kerjamu. Orang itu berkata, “Wahai hamba Allah, janganlah bergurau denganku”. Hamba menjawab, “Aku tidak bergurau”. Maka orang itu mengambil semua hartanya dan tidak menyisakan sedikitpun dari harta itu. “Ya Allah, jika hamba melakukan semua itu demi mengharap ridhaMu, maka lepaskanlah kami dari musibah yang menimpa kami”. Maka terbukalah batu yang menyumbat mulut gua itu, dan mereka bertiga keluar dari gua dengan selamat. (H.R.Al-Bukhari dan Muslim)
Melihat kisah tersebut maka perbanyaklah sadaqah dan amal saleh karena sadaqah dan amal saleh bisa menjadi tolak balak dan akan menjadi penolong dari kesulitan dalam kehidupan.

Zakat Fitrah

Diantara dalil yang menganjurkan untuk menunaikan zakat fitrah adalah :
1. Firman Allah Ta'ala:
"Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat" (Al-A'la: 14-15)
2. Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu, ia berkata :
" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fitrah bagi orang merdeka dan hamba sahaya, laki-laki dan perempuan, anak-anak dan orang dewasa dari kaum muslimin. Beliau memerintahkan agar (zakat fituah tersebut) ditunaikan sebelum orang-orang melakukan shalat 'Id (hari Raya) " (Muttafaq 'Alaih)
Setiap muslim wajib membayar zakat fitrah untuk dirinya dan orang yang dalam tanggungannya sebanyak satu sha' (+- 3 kg) dari bahan makanan yang berlaku umum di daerahnya. Zakat tersebut wajib baginya jika masih memiliki sisa makanan untuk diri dan keluarganya selama sehari semalam.
Zakat tersebut lebih diutamakan dari sesuatu yang lebih bermanfaat bagi fakir miskin.
Adapun waktu pengeluarannya yang paling utama adalah sebelum shalat 'Id, boleh juga sehari atau dua lari sebelumnya, dan tidak boleh mengakhirkan mengeluaran zakat fitrah setelah hari Raya. Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu :
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fihrah sebagai penyuci orang yang berpuasa dari kesia-siaan dan ucapan kotor, dan sebagai pemberian makan kepada fakir miskin.
"Barangsiapa yang mengeluarkannya sebelum shalat 'Id, maka zakatnya diterima, dan barang siapa yang membayarkannya setelah shalat 'Id maka ia adalah sedekah biasa. "(HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)
(Dan diriwayatkan pula Al Hakim, beliau berkata : shahih menurut kriteria Imam Al-Bukhari.)
Zakat fitrah tidak boleh diganti dengan nilai nominalnya(*),(*)''' Berdasarkan hadits Abu Said Al Khudhri yang menyatakan bahwa zakat fithrah adalah dari limajenis makanan pokok (Muttafaq 'Alaih). Dan inilah pendapat jumhur ulama. Selanjutnya sebagian ulama menyatakan bahwa yang dimaksud adalah makanan pokok masing-masing negeri. Pendapat yang melarang mengeluarkan zakat fithrah dengan uang ini dikuatkan bahwa pada zaman Nabi shallallahu alaihi wasallam juga terdapat nilai tukar (uang), dan seandainya dibolehkan tentu beliau memerintahkan mengeluarkan zakat dengan nilai makanan tersebut, tetapi beliau tidak melakukannya. Adapun yang membolehkan zakat fithrah dengan nilai tukar adalah Madzhab Hanafi.
Karena hal itu tidak sesuai dengan ajaran Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Dan diperbolehkan bagi jamaah (sekelompok manusia) memberikan jatah seseorang, demikian pula seseorang boleh memberikan jatah orang banyak.
Zakat fitrah tidak boleh diberikan kecuali hanya kepada fakir miskin atau wakilnya. Zakat ini wajib dibayarkan ketika terbenamnya matahari pada malam 'Id. Barangsiapa meninggal atau mendapat kesulitan (tidak memiliki sisa makanan bagi diri dan keluarganya, pen.) sebelum terbenamnya matahari, maka dia tidak wajib membayar zakat fitrah. Tetapi jika ia mengalaminya seusai terbenam matahari, maka ia wajib membayarkannya (sebab ia belum terlepas dari tanggungan membayar fitrah).
HIKMAH DISYARI'ATKANNYA ZAKAT FITRAH
Di antara hikmah disyari'atkannya zakat fitrah adalah :
a. Zakat fitrah merupakan zakat diri, di mana Allah memberikan umur panjang baginya sehingga ia bertahan dengan nikmat-l\lya.
b. Zakat fitrah juga merupakan bentuk pertolongan kepada umat Islam, baik kaya maupun miskin sehingga mereka dapat berkonsentrasi penuh untuk beribadah kepada Allah Ta'ala dan bersukacita dengan segala anugerah nikmat-Nya.
c. Hikmahnya yang paling agung adalah tanda syukur orang yang berpuasa kepada Allah atas nikmat ibadah puasa. (Lihat Al Irsyaad Ila Ma'rifatil Ahkaam, oleh Syaikh Abd. Rahman bin Nashir As Sa'di, hlm. 37. )
d. Di antara hikmahnya adalah sebagaimana yang terkandung dalam hadits Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma di atas, yaitu puasa merupakan pembersih bagi yang melakukannya dari kesia-siaan dan perkataan buruk, demikian pula sebagai salah satu sarana pemberian makan kepada fakir miskin.
Ya Allah terimalah shalat· kami, zakat dan puasa kami serta segala bentuk ibadah kami sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.
Shalawat dan salam semoga dilimpahkan selalu kepada Nabi Muhammad, segenap keluarga dan sahabatnya. Amin.

Template by:

Free Blog Templates